Megengan: Tradisi Masyarakat Jawa untuk Menyambut Datangnya Bulan Ramadhan

Editor

Dwi Arjanto

Warga menyantap berbagai makanan dan nasi tumpeng saat Nyadran Makam Leluhur di kawasan lereng Gunung Sumbing Desa Jetis, Selopampang, Temanggung, Jawa Tengah Jumat 3 Maret 2023. Tradisi Nyadran itu bertujuan untuk mendoakan arwah leluhur sekaligus untuk menjaga kekompakan dan kerukunan warga. ANTARA FOTO/Anis Efizudin
Warga menyantap berbagai makanan dan nasi tumpeng saat Nyadran Makam Leluhur di kawasan lereng Gunung Sumbing Desa Jetis, Selopampang, Temanggung, Jawa Tengah Jumat 3 Maret 2023. Tradisi Nyadran itu bertujuan untuk mendoakan arwah leluhur sekaligus untuk menjaga kekompakan dan kerukunan warga. ANTARA FOTO/Anis Efizudin

TEMPO.CO, Surabaya - Megengan adalah salah satu tradisi yang dilakuan oleh masyarakat Jawa yang banyak dijumpai menjelang bulan Ramadhan. Tradisi ini biasanya dilakukan oleh masyarakat Jawa sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat yang diterima. Megengan dilakukan dengan cara berdoa dan mengadakan jamuan makan bersama.

Seperti dilansir dari laman resmi Diskominfo Kabupaten Magetan, kata ‘Megengan’ diambil dari bahasa Jawa, terutama Jawa Timur yang berarti menahan. Dalam menjalankannya, umat Islam diminta untuk menahan segala bentuk perbuatan yang dapat menggugurkan ibadah puasa. Di daerah lain acara ini juga dikenal dengan istilah Nyadran atau Ruwahan.

Wujud Rasa Bersyukur

Menurut kepercayaan masyarakat Jawa, segala sesuatu yang terjadi di dunia ini tidak lepas dari kehendak Tuhan. Oleh karena itu, setiap kali mereka merasa bersyukur, mereka mengadakan megengan sebagai bentuk rasa syukur atas karunia Tuhan.

Megengan biasanya dilakukan oleh keluarga besar atau komunitas. Kegiatan ini dapat dilakukan pada berbagai acara seperti pernikahan, kelahiran anak, atau saat memperingati hari-hari besar agama.

Pada saat megengan dilakukan, biasanya diadakan doa bersama untuk memohon berkat dan rahmat dari Tuhan. Setelah itu, makanan yang telah disiapkan akan disantap bersama-sama. Makanan yang disajikan biasanya terdiri dari nasi, sayur-sayuran, dan lauk pauk seperti ayam atau ikan.

Selain sebagai bentuk rasa syukur, megengan juga dianggap sebagai sarana untuk mempererat hubungan antara anggota keluarga atau komunitas. Dalam acara ini, semua anggota keluarga atau komunitas diharapkan dapat bersatu dan saling mendukung.

Meskipun tradisi megengan telah dilakukan selama bertahun-tahun, namun saat ini tradisi ini mulai mengalami perubahan. Beberapa masyarakat Jawa mulai mengganti makanan tradisional dengan makanan modern seperti pizza atau burger.

Muasal Megengan

Namun demikian, tradisi megengan masih dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Jawa. Mereka menyadari bahwa tradisi ini memiliki nilai-nilai positif yang dapat mengajarkan rasa syukur, kebersamaan, dan saling menghargai antar sesama.

Seperti dilansir dari laman resmi  KPI IAIN Kediri, sejarah megengan dimulai pada masa Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah. Pada masa itu, megengan dilakukan sebagai bentuk rasa syukur atas panen yang berhasil dan untuk memohon keselamatan dari bencana alam atau wabah penyakit.

Pada masa itu, megengan dilakukan oleh raja dan keluarga kerajaan. Namun, seiring berjalannya waktu, megengan mulai dilakukan oleh seluruh masyarakat Jawa.

Pada masa penjajahan Belanda, tradisi megengan sempat dilarang karena dianggap mengandung unsur-unsur keagamaan. Namun, tradisi ini tetap dilakukan secara diam-diam oleh masyarakat Jawa.

Setelah Indonesia merdeka, megengan kembali dianggap sebagai tradisi yang positif dan dianggap sebagai bagian dari warisan budaya Indonesia yang harus dilestarikan. Saat ini, megengan masih dilakukan oleh masyarakat Jawa di seluruh Indonesia.

Dalam megengan, masyarakat Jawa mengadakan jamuan makan bersama sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat yang diterima. Makanan yang disajikan biasanya terdiri dari nasi, sayur-sayuran, dan lauk pauk seperti ayam atau ikan.

Selain itu, megengan juga dianggap sebagai sarana untuk mempererat hubungan antara anggota keluarga atau komunitas. Dalam acara ini, semua anggota keluarga atau komunitas diharapkan dapat bersatu dan saling mendukung.

Meskipun saat ini terdapat perubahan dalam jenis makanan yang disajikan, tetapi esensi dari tradisi megengan tetap sama. Tradisi ini tetap menjadi salah satu warisan budaya yang penting bagi masyarakat Jawa.

Dalam kesimpulannya, sejarah megengan merupakan bagian penting dari sejarah budaya Indonesia. Tradisi ini telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Jawa selama bertahun-tahun dan tetap menjadi bagian penting dalam budaya Jawa hingga saat ini. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk terus melestarikan dan mempromosikan tradisi ini agar dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya.

RENO EZA MAHENDRA

Pilihan editor : Sambut Bulan Ramadhan, Persiapkan Strategi Puasa Bagi Penderita Gangguan-Pencernaan

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung.