Bagaimana Hukum Puasa Tetapi Tidak Sahur? Ini Penjelasannya

Reporter

Editor

Laili Ira

Ilustrasi makan sahur. TEMPO/Aditia Noviansyah
Ilustrasi makan sahur. TEMPO/Aditia Noviansyah

TEMPO.CO, JakartaIbadah puasa di bulan Ramadan memerlukan persiapan fisik dan mental. Pasalnya, umat Islam yang berpuasa harus menahan lapar dan dahaga mulai dari sebelum terbitnya fajar (Imsak atau Subuh) hingga terbenamnya matahari (Magrib) selama beberapa sampai belasan jam sehari. 

Oleh karena itu, Rasulullah  SAW pernah bersabda terkait keutamaan sahur sebelum berpuasa yang artinya, “Makan sahurlah kamu, sesungguhnya pada sahur terdapat keberkahan.” (HR. Al-Bukhari).

Lalu, bagaimana hukum puasa tetapi tidak sahur? Berikut ini informasi dan penjelasan lengkapnya. 

Hukum Puasa Tetapi Tidak Sahur

Melansir laman Nahdlatul Ulama (NU), perintah makan sahur tidak sampai derajat wajib, tetapi sunah. Sehingga, orang yang puasa, tetapi tidak makan sahur, maka hukum puasanya tetap sah. 

Waktu makan sahur disunahkan mulai dari pertengahan malam hingga waktu fajar. Artinya, jika sahurnya sebelum pertengahan malam, maka tidak dinilai sebagai sahur sebagaimana dijelaskan oleh Sayyid Bakri dalam I’anatut Thalibin. 

Selain itu, disunahkan untuk mengakhiri sahur saat mendekati waktu fajar sebagaimana Nabi Muhammad bersabda yang artinya, “Umatku akan selalu dalam kebaikan manakala menyegerakan berbuka puasa dan mengakhiri sahur.” (HR. Ahmad) 

Rasulullah SAW ketika berpuasa mengakhiri sahurnya kurang lebih setara lamanya bacaan 50 ayat Alquran. Jika dihitung dengan satuan menit, maka makan sahur sebaiknya selesai kurang lebih 15 menit sebelum fajar. 

Muhammad Zuhri Al-Ghamrawi dalam Anwarul Masalik menyebutkan, “Disunahkan makan sahur meskipun sedikit, dan yang paling utama adalah menundanya selama tidak khawatir akan datangnya waktu Subuh.” 

Sementara itu, Pelaksana Harian Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Lampung Alamsyah mengatakan nilai sunah sahur bisa saja berubah menjadi wajib bagi individu dengan kondisi tertentu. 

Misalnya, seseorang yang tidak mampu berpuasa kecuali dengan makan sahur, maka hukum sahur yang tadinya sunah berubah menjadi wajib. 

Hal itu didasarkan oleh kaidah hukum Islam yang menegaskan, “Sesuatu yang wajib tidak bisa sempurna dilaksanakan, kecuali dengan adanya sesuatu tadi, maka sesuatu itu juga wajib dilakukan.” 

Mengapa Dianjurkan Mengakhirkan Sahur?

Menurut Pengasuh Madrasah Baca Kitab Muhammad Abror melalui situs NU Online, alasan sahur lebih utama diakhirkan adalah agar umat Islam yang akan berpuasa dan menunggu waktu Subuh tiba dapat melakukan kegiatan-kegiatan bermanfaat. Ketika menunggu Subuh itu bisa digunakan untuk salat sunah, membaca Alquran, atau zikir. 

Imam Bukhari dalam kitab sahihnya menuliskan satu bab tentang orang yang sahur dan tidak tidur sampai waktu Subuh tiba. Salah satu hadisnya mengisahkan Sahl bin Sa’ad. 

Artinya, “Telah menceritakan kepada kami, Ismail bin Abu Uwais, dari saudaranya, dari Sulaiman, dari Abu Hazm, bahwa dia mendengar Sahl bin Sa’ad berkata, ‘Suatu hari aku pernah sahur bersama keluargaku, lalu aku bersegera agar dapat melaksanakan salat Subuh bersama Rasulullah’.” 

Selain itu, waktu sahur merupakan waktu terbaik untuk memohon ampunan sebagaimana firman Allah dalam surah Ali Imran ayat 17 yang artinya, “(Yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampunan di waktu sahur.” 

Waktu sahur juga adalah waktu yang tepat untuk berdoa sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang artinya:

“Pada setiap malam, Allah turun ke langit, ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Allah berfirman, ‘Barangsiapa berdoa kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan. Barangsiapa yang meminta kepada-Ku, maka akan Aku beri. Dan barangsiapa yang bertobat kepada-Ku, maka akan Aku ampuni’.” (HR. Bukhari dan Muslim).

MELYNDA DWI PUSPITA 

Pilihan Editor: 10 Ide Menu Sahur Simpel yang Lezat dan Bergizi