Safari Ramadan, Sinta Nuriyah Istri Gus Dur Berharap Agama Tak Disalahgunakan untuk Kepentingan Politik

Sinta Nuriyah Wahid saat mengisi acara buka puasa bersama yang diadakan oleh jaringan Gusdurian Kota Batu di Wihara Dhammadipa Arama, Kota Batu, Kamis petang, 6 April 2023. Sinta didampingi Bikkhu/Banthe Jayamedho Thera, kepala wihara. TEMPO/Abdi Purmono
Sinta Nuriyah Wahid saat mengisi acara buka puasa bersama yang diadakan oleh jaringan Gusdurian Kota Batu di Wihara Dhammadipa Arama, Kota Batu, Kamis petang, 6 April 2023. Sinta didampingi Bikkhu/Banthe Jayamedho Thera, kepala wihara. TEMPO/Abdi Purmono

Saat memberi sambutan, Sinta sempat memberikan beberapa pertanyaan tentang tujuan berbuka puasa dan sahur bersama. Dia juga sempat menanyakan beberapa nama suku dan agama para hadirin. Selain agama yang sudah populer seperti Islam, Kristen, Buddha, dan Hindu, Sinta sempat menanyakan apakah pemeluk Ahmadiyah dan agama Baha’i ada yang hadir.

Konteks pertanyaan Sinta adalah bhineka tunggal ika. Dia mengajak agar semua elemen bangsa menjaga persatuan dan kesatuan. Perbedaan suku, agama, dan budaya bukan penghalang bagi bangsa Indonesia untuk bersatu dan maju bersama dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Kita harus hidup rukun dan damai, saling menghargai, saling menghormati, dan saling mencintai karena sebetulnya kita semua adalah satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa sebagaimana diikrarkan sebagai Sumpa Pemuda (1928),” kata Sinta, yang kemudian mengajak para hadirin menyanyikan lagu Satu Nusa Satu Bangsa. 

Saat berdialog saat waktu berbuka puasa semakin dekat, Sinta menerima satu pertanyaan dari seorang jemaat Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) tentang pelarangan orang beribadah maupun penutupan rumah ibadah.

Sinta menegaskan hal tersebut tidak bisa dibenarkan karena semua warga negara berhak menjalankan ibadah dan kepercayaannya secara bebas sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).

“Bahwa masih ada terjadi juga, itu tandanya ada kemerosotan moral, hati nurani yang kering, kerontang, dan membatu pada diri pelaku,” ujar Sinta. 

Selebihnya Sinta mengatakan safari Ramadan merupakan kegiatan rutin tahunan yang dia lakukan sejak Gus Dur masih jadi presiden. Safari Ramadan memang dimanfaatkan untuk merekatkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. 

ABDI PURMONO

Pilihan Editor: Ramadan, Siswa Lazuardi GCS Gelar Charity Day dan Ikut Tantangan Satu Kebaikan