Cara Orang Bisu Masuk Islam, Bagaimana Status Syahadatnya?

Ilustrasi Masuk Islam. antaranews.com
Ilustrasi Masuk Islam. antaranews.com

TEMPO.CO, Jakarta - Membaca dua kalimat syahadat menjadi salah satu prasyarat bagi seseorang yang hendak memeluk agama Islam. Melafalkannya harus dengan lantang, ketegasan, dan kemantapan hati sebagai tanda memutuskan diri menjadi seorang mualaf. Namun, kemudian pertanyaan muncul, bagaimana cara orang bisu masuk Islam yang memiliki keterbatasan kemampuan berbicara?

Cara Orang Bisu Masuk Islam

Menurut Mahbub Maafi Ramdlan kepada NU (Nahdlatul Ulama) Online, seseorang yang tidak mampu mengucapkan dua kalimat syahadat karena kondisi tunawicara, maka bisa memakai bahasa isyarat. Para ulama sepakat bahwa Allah tidak akan memberi beban taklif (hukum syariat) di luar batas kemampuan hamba-Nya. Hal tersebut didasarkan oleh firman Allah dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 286.

Artinya, “Allah tidak akan membebankan seseorang kecuali sesuai dengan kesanggupannya.”

Beberapa contoh penerapan Surat Al-Baqarah ayat 286 dapat dilihat pada kegiatan mengqashar, menjamak salat, dan tidak berpuasa bagi seorang musafir dengan sejumlah ketentuan. Seseorang yang tidak bisa berdiri, diperbolehkan untuk salat sambil duduk. Apabila masih tidak bisa duduk, maka salat sambil posisi terlentang pun tidak dilarang. Jika memang tidak sanggup tidur, maka boleh menggunakan isyarat.

Berdasarkan kaidah fikih Al-masyaqqah tajlibut taysir (kesukaran dapat melahirkan kemudahan) tersebut, maka syahadat orang bisu dianggap sah sebagai bukti masuk Islam apabila bahasa isyaratnya mudah dipahami. Namun, ada pendapat lain yang menyebut bahasa isyarat tidak bisa dinilai keabsahannya seperti pandangan Imam Syafi’i.

Artinya, “Masalah cabang keislaman, orang bisu dengan bahasa isyarat yang dapat dimengerti maka dianggap sah. Namun dalam pendapat lain, keislaman seseorang tidak bisa diakui kecuali setelah melafalkan syahadat dengan bahasa isyarat, dia menjalankan salat. Hal ini merupakan zhahir pandangan Imam Syafi’i dalam kitab Al-Umm,” (Muhyiddin Syaraf An-Nawawi dalam Raudlatut Thalibin wa Umdatul Muftiyin).

An-Nawawi menjelaskan bahwa pandangan Imam Syafi’i itu berlaku jika bahasa isyarat tidak dapat dipahami orang lain. Lain halnya jika bahasa isyarat dimengerti, maka bisa disimpulkan sah.

Bagaimana Status Syahadat pada Orang Bisu?

Mengutip dari laman resmi Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng, Ibnu Sobagh dalam kitab Asy-Syamil menjelaskan bahwa seseorang yang ingin masuk Islam harus mengetahui arti kalimat syahadat. Apabila seseorang dari luar Arab mengucapkan syahadat dalam bahasa Arab, tetapi dia tidak memahami maknanya, maka tidak diterima niatnya untuk menjadi mualaf.

Karena itu, tidak dipermasalahkan apabila orang Indonesia membaca dua kalimat syahadat memakai bahasa versinya sendiri. Sementara bagi kelompok tunawicara, juga tidak dibebani syarat shighat (akad). Selain dengan ucapan, orang bisu bisa memanfaatkan bahasa isyarat atau tulisan disertai niat.

Dispensasi tersebut juga berlaku dalam akad, seperti ijab kabul (menikah), rujuk, gadai, sewa, dan jual beli. Kemudahan itu dapat diterapkan pada hulul (lawan dari akad), misalnya talak, membebaskan (utang), dan memerdekakan budak. Allah juga mempermudah ikrar untuk li’an (tuduhan zina), qadzaf, maupun ketika ingin masuk Islam. 

Islam memberi keringanan untuk melaksanakan bagi seseorang yang masuk dalam tujuh kondisi. Ketujuh itu adalah pergi (musafir), sakit, lupa, tidak tahu, dipaksa, kesulitan, dan kekurangan termasuk bisu.

Pada dasarnya, syahadat adalah wujud ikrar atau pengakuan maupun keputusan diri untuk memeluk agama Islam. Apabila seseorang hanya bercanda mengucapkannya, maka niatnya untuk menjadi Muslim dianggap tidak sah. Maka dari itu, membaca dua kalimat syahadat harus dengan sungguh-sungguh dari dalam hati.

Bagi sebagian ulama, cara orang bisu masuk Islam tidak hanya sebatas menggunakan bahasa isyarat sebagai pengganti bacaan dua kalimat syahadat. Namun, dia harus melaksanakan salat dengan wajib menggerakkan mulut sebagai isyarat. Begitu pula saat junub, dia diharamkan menggerakkan mulut sebagai isyarat membaca Al-Quran. Wallahu a’alam bisshawab.

NIA HEPPY | MELYNDA DWI PUSPITA

Pilihan Editor: Syarat Menjadi Mualaf dan Keistimewaannya Sebagai Mustahiq