Pilih Emi Sabu atau Ita Sabu, Menu Favorit Buka Puasa di Kampung Aur Medan

Gorengan sala bulek khas Kampung Ramadan di Kampung Aur, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan. Dok. Panitia Pasar Ramadan Kampung Aur
Gorengan sala bulek khas Kampung Ramadan di Kampung Aur, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan. Dok. Panitia Pasar Ramadan Kampung Aur

TEMPO.CO, Malang - Di tepi Sungai Deli terdapat sebuah kampung padat penduduk bernama Kampung Aur. Kampung ini berada di Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan, Sumatera Utara.

Populasi Kampung Aur didominasi suku Minang. Wajar jika mereka punya kuliner gorengan khas bernama sala bulek alias sabu, dilafalkan dari bahasa Minang yang berarti gorengan bulat dalam bahasa Indonesia. Bentuk gorengan ini bulat kecoklatan.

Sabu merupakan salah satu makanan favorit untuk buka puasa Ramadan dan menjadi suguhan Lebaran. Selama Ramadan tahun ini, sabu tersedia di Kampung Ramadan Kampung Aur, pasar kuliner mini yang baru berlangsung dua kali sejak Ramadan tahun lalu.

Ketua Panitia Kampung Ramadan Reza Anshori mengatakan, ada 20 pedagang di Kampung Ramadan, baik warga Kampung Aur maupun pedagang dari luar. "Mereka semua akur," kata Reza kepada Tempo, Sabtu, 16 April 2022.

Kebanyakan menu buka puasa yang ada di Kampung Ramadan Kampung Aur berupa gorengan, seperti risol, bakwan, kue BS (mirip weci atau ote-ote Jawa Timur), dan sabu. Tersedia pula lontong sayur, miso kampung, bakso, serabi, gado-gado, bihun, kwetiau goreng, bubur cendil, dan kolak. Minumannya antara lain, cendol, es campur, dan sop buah. "Dari semua makanan itu, yang paling laris adalah sala bulek," kata Reza.

Ada dua pembuat sabu terkenal di Kampung Aur, yaitu Emi, 64 tahun, dan Yunita, 50 tahun. Keduanya biasa disapa Emi Sabu dan Ita Sabu. Emi mengaku sudah puluhan tahun membuat sabu. Keahlian tersebut dia dapatkan turun-temurun dari keluarganya. Menurut Emi, sabu aslinya berasal dari Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat.

Pedagang sala bulek atau sabu, Emi sedang membuat sabu di Kampung Aur, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan. Dok. Panitia Pasar Ramadan Kampung Aur

Di Pariaman, penganan ini dikenal dengan nama sala lauak (gorengan lauk), yang identik dengan sala ikan karena berbahan baku utama ikan atau cumi-cumi segar tangkapan nelayan. Hasil laut itu kemudian dibalut adonan tepung beras dengan tambahan bumbu kemudian digoreng.

Sabu terbuat dari adonan tepung beras, daun kunyit, bawang merah, bawang putih, lengkuas, jahe, kunyit, cabai merah giling, dan ikan asin yang dipotong kecil-kecil. Sala Pariaman biasanya dimakan bersama nasi hangat, ditambah anyang sayuran (sayuran yang direbus dan diberi parutan kelapa), serta sambal lado tomat. Sedangkan sabu cocok disantap bersama lontong, gulai pakis, nasi, dan sayur. "Enaknya dimakan selagi hangat," kata Emi.

Emi membuat sabu setiap hari, terlepas Ramadan maupun Hari Raya Idul Fitri. Kudapan ini memang jadi sumber pendapatan satu-satunya bagi Emi dan Yunita. Volume produksi sabu melonjak selama Ramadan dan menjelang Lebaran, serta saat ada pesanan untuk hajatan.

Emi membuat sekitar 800 sampai 1.000 butir sabu selama Ramadan. Harganya Rp 500 per butir kepada para pedagang di Kampung Ramdan. Para pedagang itu menjual kembali seharga Rp 2.000 untuk tiga butir sabu. "Omzetnya lumayan karena sabu sangat laris selama Ramadan dan Lebaran," ujar Emi.

Adapun Yunita sudah 20 tahun membuat sabu. Dia mulai memproduksi sabu gara-gara krisis moneter pada 1998. Kondisi ekonomi keluarganya sangat payah dan dia hanya memiliki keterampilan membuat sabu. Selama Ramadan, Yunita membuat 1.000 sampai 2.000 butir sabu. Harga jualnya sama dengan sabu Emi.

Seorang pedagang sala bulek atau sabu, Yunita sedang menggoreng sabu di Kampung Aur, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan. Dok. Panitia Pasar Ramadan Kampung Aur

Emi dan Yunita tak pelit berbagi rahasia cara memasak sabu. Menurut Ita, proses pembuatan sabu cukup rumit. Sebab itu, tak semua orang mampu membuatnya dengan sempurna. Pada awalnya, Ita juga menghadapi kendala saat memasak, misalkan terkena semburan minyak ketika menggoreng.

Butuh waktu sekitar 1,5 jam untuk membuat sabu. Satu jam menggongseng dan mengaduk adonan, serta 30 menit menggoreng. Berikut tahapan membuat sabu dari Emi dan Yunita:

  • Siapkan semua bahan baku
  • Rajang daun kunyit
  • Gongseng atau sangrai tepung beras dan rajangan daun kunyit
  • Masak air sampai mendidih
  • Masukan bumbu yang sudah diblender ke dalam air panas
  • Tepung dan daun kunyit yang sudah disangrai tadi kemudian dicampur dengan air panas yang sudah berbumbu
  • Aduk semua bahan secara perlahan dan merata sampai menjadi adonan
  • Bentuk adonan menjadi bulat
  • Goreng sabu hingga kecoklatan
  • Tiriskan dan siap disajikan

Baca juga:

Lapak Buka Puasa Populer Kampung Ramadan di Medan, Ada Kupon Total Rp 500 Ribu