TEMPO.CO, Jakarta - Apakah itu kitab kuning? Selain memperhatikan tajwid, dalam membaca Alquran umat Islam juga memahami seluk-beluk Bahasa Arab. Hal itu karena Bahasa Arab dipakai dalam pelafalan ayat suci Alquran yang diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia.
Mengutip kanal Al Masoem Bandung, kitab-kitab Islam yang ditulis dengan aksara Arab atau Arab Melayu memakai kertas berwarna kuning disebut dengan kitab kuning. Namun ada juga yang menamainya dengan kitab gundul. Penamaan tersebut lantaran ciri khas tulisannya yang tanpa harakat atau tanda baca (syakl).
Sementara dinamai kitab kuning karena kertas yang dipakai untuk pencantuman kalimat arab menggunakan krtas berwarna kuning dan tipis. Biasanya, lembaran halaman kitab kuning tidak terjilid dengan rapi, sehingga pemilik tidak harus membawa satu kitab utuh, melainkan bisa dalam bentuk lembaran.
Istilah kitab kuning awalnya diperkenalkan oleh kalangan luar pesantren dengan nada yang merendahkan. Kitab kuning dianggap ketinggalan zaman dan berkadar rendah. Penyebutan kitab kuning kemudian diperhalus dengan nama kitab klasik, al kutub al qadimah.
Jenis-jenis Kitab Kuning
- Kitab kuning yang menampilkan gagasan terbaru seperti kitab Ar-Risalah karya Imam Asy-Syaft-i
- Kitab kuning penyempurna karya sebelumnya seperti kitab Nahw karya Sibawaih yang menyempurnakan karya Abu al-Aswad Zalim bin Sufyan ad-Duwali.
- Kitab kuning yang berisi komentar tentang kitab sebelumnya seperti Fath al-Barri Sahih al-Bukhari, karya Ibu Hajar Asqalani yang memberikan komentar terhadap Sahih al-Bukhari
- Kitab kuning yang meringkas karya panjang menjadi karangan singkat, seperti kitab fiqih Lubb al-Usul karya Syekh al-Islam Zakaria al-Anshari
- Kitab kuning berupa kutipan dari kitab-kitab lainnya, seperti Ulumul Qurnan karya al-Aufi
- Kitab kuning yang isinya memperbarui sistematika dari kitab yang telah ada, seperti Ihya Ulumuddin karya Imam al-Ghazali.
- Kitab kuning yang berisi kritik dan koreksi terhadap kitab sebelumnya, seperti Mi’yar Al ‘Ilmi yang mengkritik kaidah logika karya Imam al-Ghazali.
Melansir dari berbagai sumber, kitab kuning juga menjadi simbol tradisi intelektual di lingkungan pesantren. Kitab dengan lafal berhuruf gundul ini menjadi wahana penyebaran ajaran Islam yang digunakan oleh para ulama masa lalu.
Ciri khas dalam kitab kuning yaitu pada format penulisannya yang terdiri dari dua bagian. Terdiri dari matn yaitu teks asal atau inti dan syarh yaitu teks penjelas. Matn selalu terletak di pinggir kanan atau kiri. Sementara syarh yang lebih panjang dari matn terletakdi tengah halaman. Ukuran panjang dan lebar kertas yang dipakai sekitar 26 cm.
Untuk membedakan kitab kuning dengan kitab lainnya adalah pada metode mempelajarinya. Terdapat metode sorogan dan bandungan. Metode sorogan dilakukan dengan santri membacakan kitab kuning di hadapan kyai. Sementara metode bandungan dilakukan dengan santri mendengarkan bacaan dan penjelasan dari sang kyai sambil memberikan catatan pada kitabnya.
RISMA DAMAYANTI
Baca: Asal Usul Kitab Kuning Rujukan Keilmuan Islam di Pesantren
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.