Tradisi Tunggu Batal di Negeri Larike

Reporter

Ilustrasi masjid. REUTERS/Amr Abdallah Dalsh
Ilustrasi masjid. REUTERS/Amr Abdallah Dalsh

TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Negeri Larike Kecamatan Leihitu Barat Kabupaten Maluku Tengah terus merawat tradisi budaya "tunggu batal" atau menunggu waktu berbuka puasa saat Ramadan. "Tradisi tunggu batal momen yang dinantikan saat bulan puasa oleh anak-anak hingga orang dewasa," kata pemuda Negeri Larike, Rizky Ulath, Rabu, 6 April 2022.

Tradisi ini dilakukan menjelang magrib. Anak-anak, remaja hingga orang tua berdiri di luar pagar masjid sambil mengucapkan batal. Tiba waktu magrib, khatib akan menuju tifa atau bedug yang digantung di Masjid Raya Nurul Ikhlas Larike, kemudian berselawat dan memukul bedug sebagai tanda siang berpindah ke malam atau waktu buka puasa telah tiba.

"Spontan warga mengucapkan "tung batal ee batal ee, batal ee" dilontarkan dengan keras dan kencang sembari berlari menuju rumah masing-masing untuk menyantap takjil yang telah disiapkan," katanya.

Tradisi tunggu batal di negeri Larike telah berlangsung sejak lama dan menjadi tradisi turun temurun yang selalu dijaga dan dilestarikan. Tradisi ini menjadi ritual yang selalu dinantikan, apalagi saat jauh dari kampung halaman.

"Dari kecil sudah sering tunggu batal bersama teman, kakak dan paman. Kalau tifa bingo su babunyi (sudah berbunyi) katong (kami) langsung bataria (berteriak), "Batal... batal... batal..."," kata Rizky. Ia berharap, tradisi ini akan terus dijaga dan dilestarikan oleh generasi muda sebagai warisan budaya.

"Katong berharap tradisi ini terus dijaga generasi akan datang supaya katong pung anak cucu juga bisa menikmati tradisi tunggu batal, walaupun jauh di rantau." 

Negeri Larike terletak di Pulau Ambon tetapi berada di wilayah Kabupaten Maluku Tengah, dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua dan empat dengan waktu tempuh berkisar satu jam.

Baca juga: Tradisi Arebbe atau Ater-Ater, Tradisi Sambut Bulan Ramadan di Madura