Nyadran dan Ruwahan, Tradisi Sakral Orang Jawa Sambut Ramadan

Reporter

Warga membaca surat Yasin saat berdoa di makam leluhur di kompleks makam Sewu, desa Wijirejo, kecamatan Pandak, kabupaten Bantul, Yogyakarta, Senin (25/7). Berziarah ke makam menjadi bagian dari tradisi Jodhangan Nyadran di desa Wijirejo yaitu ziarah makam sebelum datangnya bulan suci Ramadhan. TEMPO/Suryo Wibowo
Warga membaca surat Yasin saat berdoa di makam leluhur di kompleks makam Sewu, desa Wijirejo, kecamatan Pandak, kabupaten Bantul, Yogyakarta, Senin (25/7). Berziarah ke makam menjadi bagian dari tradisi Jodhangan Nyadran di desa Wijirejo yaitu ziarah makam sebelum datangnya bulan suci Ramadhan. TEMPO/Suryo Wibowo

TEMPO.CO, Jakarta - Menjelang Ramadan, biasanya masyarakat Jawa gelar ruwahan dan nyadran. Tradisi yang menggabungkan konsep kepercayaan adat dengan ajaran agama Islam. Ruwahan merupakan tradisi kebudayaan Jawa untuk mendoakan orang yang telah meninggal dunia. Sedangkan nyadran adalah rangkaian budayanya, mulai dari pembersihan makam leluhur, tabur bunga, dan kenduri selamatan di makam leluhur.

Tradisi kebudayaan ini dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat Demak, Jawa Tengah. Digelar pada bulan ruwah menjelang bulan puasa. Biasanya dilakukan di makam leluhur maupun tokoh yang berjasa mendakwahkan agama Allah di masa lampau. Bagi masyarakat Jawa nyadran adalah kewajiban sebagai balas budi pada leluhur.

Upacara ini sakral. Lewat ritual nyandran pula, masyarakat Jawa melakukan penyucian diri, membersihkan kuburan beserta batu-batu nisan, lalu mendoakan arwah leluhur. Sekilas mirip ziarah, namun makna nyadran sangat berbeda dengan ziarah kubur.

Pelaksanaan ritual nyadran dilakukan secara kolektif. Seluruh warga desa turut terlibat, bahkan warga pedatang. Biasanya dilakukan di dua pusat bangunan desa, yaitu pemakaman dan masjid. Setelah makam selesai dibersihkan, acara dilanjutkan dengan menyantap kenduri bersama-sama di kawasan masjid. Menu kenduri pun beragam, ada nasi tumpeng dengan lauk ingkung ayam, urap-urapan, buah-buahan, serta jajan.

Hingga kini pun tradisi nyadran masih kental, terutama yang dilaksanakan warga desa-desa di Demak. Bahkan mereka menyajikan aneka sesaji dalam tenong, nampan bulat dari anyaman bambu. Tak ketinggalan dikasih alas daun pisang atau daun jati.

Baca: Makanan Minum yang Dianjurkan Saat Sahur dan Buka Puasa Sepanjang Ramadan

Satu tenong sajian dihidangkan untuk beberapa orang. Mereka akan duduk melingkari tenong. Selesai berdoa dan tahlilan, semua ramai-ramai menyantap sajian yang tersedia.

Ritual tersebut jadi simbolis membersihkan diri dengan berbuat baik antarsesama, terutama di lingkungan sosialnya. Melalui rangkaian tradisi nyadran dan ruwahan inilah orang Jawa merasa lengkap dan siap untuk memasuki Ramadan.

RAUDATUL ADAWIYAH NASUTION