Mengenal Masjid Si Pitung di Marunda

Editor

Nur Haryanto

Sejumlah jamaah mengikuti sholat Tarawih berjamaah di masjid Al - Alam, Marunda, Jakarta, (31/7). TEMPO/Dasril Roszandi
Sejumlah jamaah mengikuti sholat Tarawih berjamaah di masjid Al - Alam, Marunda, Jakarta, (31/7). TEMPO/Dasril Roszandi

TEMPO.CO, Jakarta -  Siapa tak kenal kisah jawara Betawi, Si Pitung? Menyisir kisah sang legenda itu tak lengkap tanpa berkunjung ke Masjid Al-Alam atau lebih sohor disebut Masjid Si Pitung. Menurut hikayat, Pitung kecil diceritakan banyak menghabiskan waktu bermainnya di masjid ini.

Belajar agama, belajar silat, sampai sembunyi dari kejaran opas dan kompeni, juga di masjid ini. Meskipun sesungguhnya masjid ini bukan dibangun Pitung atau keluarganya.

Masjid yang terletak di tepi Pantai Marunda Pulau, Kelurahan Cilincing, Jakarta Utara ini diperkirakan dibangun di tahun 1600-an. Meski telah berusia lebih dari 400 tahun, dan hingga hari ini masih terawat baik meski kekunoannya tak bisa disembunyikan.

Arsitektur Masjid Si Pitung ini mengingatkan pada model Masjid Demak, tapi dengan ukuran lebih kecil, sekitar 10×10 meter persegi. Atapnya berbentuk joglo, ditopang empat pilar bulat “kuntet,” seperti kaki bidak catur atau tugu Yogyakarta. Pintu dan jendela terbuat dari kayu ulin.

Masjid ini juga tidak memiliki menara adzan lazimnya sebuah masjid. Mihrab yang pas dengan ukuran badan menjorok dalam tembok, berada di sebelah kanan mimbar, dengan plafon setinggi dua meter dari lantai dalam.

Sampai sekarang, tidak diketahui persis siapa pendiri masjid ini, minimnya data ditambah ketidaktahuan masyarakat sekitar masjid menjadikan masjid ini misterius. Orangorang sekitar bahkan menyebut masjid ini dengan Masjid Gaib atau Masjid Wali.

Dari dongeng tutur tinular, disebutkan dulu dalam proses pembuatannya, masjid ini dibangun hanya dalam tempo sehari semalam saja. Namun, ada yang mengira bahwa keberadaan masjid ini terkait dengan keberadaan pasukan dan rombongan Pangeran Fatahillah datang ke Marunda sesaat setelah menang perang dengan Portugis di Sunda Kelapa.

Sejak 1975, Masjid Al-Alam dinyatakan sebagai cagar budaya. Pemda DKI Jakarta menyokong setiap upaya untuk melestarikan masjid ini. Di sekeliling masjid sekarang sudah dibuatkan pagar beton, berbentuk seperti pagar batas provinsi. Untuk menjangkau masjid, dari Tanjung Priok ada angkutan umum yang menuju ke Pasar Cilincing. Dan dari pasar Cilincing, pengunjung mesti berganti angkutan menuju Marunda.

TEMPO