Srikaya, Kolak Khas Ramadan Warga Sidoarjo  

Editor

Rini Kustiani

Kolak. TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo
Kolak. TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo

TEMPO.CO, Sidoarjo - Bagi warga Sidoarjo, Jawa Timur, istilah srikaya tidak melulu identik dengan nama buah. Sebab warga setempat memiliki menu kuliner khas yang disebut srikaya. Istimewanya, makanan itu hanya muncul tiap bulan suci Ramadan.

Bila dilihat sekilas, makanan itu tak jauh berbeda dengan kolak yang jamak dijual di pasaran. Tapi dari rasa, srikaya memiliki tingkat kemanisan yang sangat legit. Selain itu cara pembuatannya berbeda dan unik.

"Mungkin karena cara buatnya dikukus rasanya jadi sangat manis," kata Tutik, 55 tahun, penjual srikaya saat ditemui Tempo di kediamannya di Dukuh Pandean, Kelurahan Kauman, Kecamatan Kota, Minggu 28 Juni 2015.

Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat srikaya hampir sama dengan kolak, yakni santan kental, gula, daun pandan, roti tawar, dan pisang raja. Namun, kata dia, yang membedakan dicampur telur. "Supaya gurih," kata dia.

Cara buatnya, gula dan telur dicampurkan ke dalam santan kental. Setelah itu campuran santan itu dituangkan ke dalam mangkok yang sudah diisi roti tawar, pisang raja, dan potongan daun pandan. Kemudian mangkok-mangkok itu dikukus selama kurang lebih 20 menit.

"Satu mangkok takarannya satu porsi," ujar dia. Satu porsi srikaya dijual Rp 4.000. Dalam sehari Tutik bisa menjual 80-100 porsi srikaya.

Menurut Tutik, srikaya sudah ada sejak dulu. Namun saat ini warga yang membuat dan menjual srikaya bisa dihitung jari. Di Kauman, sepengetahuannya hanya ada lima orang penjual. "Dijual hanya saat Ramadan," kata dia.

NUR HADI