Kipo, Jajanan Bangsawan Keraton Mataram Islam

Editor

Rini Kustiani

Kipo, makanan khas Kotagede, Yogyakarta yang masih bisa ditemui di berbagai pasar tradisional. TEMPO/Suryo Wibowo
Kipo, makanan khas Kotagede, Yogyakarta yang masih bisa ditemui di berbagai pasar tradisional. TEMPO/Suryo Wibowo

TEMPO.CO, Yogyakarta - Pasar Legi Kotagede menjelang Magrib, Kamis 18 Juli 2013. Di salah satu kios pedagang jajanan, pembeli antre membeli takjil. Dari sekian banyak makanan yang ditawarkan, satu di antaranya memiliki nama yang cukup unik. Kipo.

Penganan ini berbentuk sedikit pipih dan memanjang. Warnanya hijau dan ukurannya kecil sebesar ibu jari. Berbahan utama ketan dan berisi enten-enten (parutan kelapa bercampur gula). Permukaan jajanan itu terlihat gosong kehitaman. Sekilas mungkin tak menarik namun saat digigit rasanya legit dan gurih.

Kipo merupakan makanan tradisional khas Kotagede, Yogyakarta. Konon, jajanan ini menjadi salah satu favorit para bangsawan Kraton Mataram Islam. Di daerah Kotagede ini pula masih bisa disaksikan jejak kebesaran kerajaan itu, yakni makam raja dan masjid Kotagede, masjid tertua di Yogyakarta.

Penganan ini dipopulerkan kembali oleh Paijem Djito Suhardjo, seorang warga Kotagede. Dalam sebuah lomba makanan berbahan tepung ketan pada 1986, perempuan yang meninggal pada 1991 itu membuat makanan ini. Bu Djito, demikian ia dikenal warga sekitar, mewarisi resepnya dari Mbah Mangun Irono, orang tuanya.

Istri Rahayu, anak kedua bu Djito, mengatakan nama kipo berasal dari pembeli yang menanyakan jenis makanan apa kue ini. Kata "Kipo" berasal dari kalimat "Opo Iki" (apa ini). "Saya sudah generasi ketiga," kata dia pada Tempo. Saat ini, perempuan berusia 47 tahun itu membuka sebuah toko oleh-oleh dengan penganan utama Kipo di Jalan Mondorakan.

Pada Ramadan ini, Istri setidaknya membuat setidaknya 300 buah kipo tiap hari. Bahannya 3 kilogram tepung, 3 kilogram gula Jawa, dan 1,5 kilogram parutan kelapa. Mulai bekerja sejak pukul 08.00 pagi hingga 14.00 siang, penganan ini ludes diserbu pembeli pukul 15.00 sore. "Kalau tidak Ramadan bisa membuat lebih banyak lagi," kata dia.

Dibantu empat orang karyawan, di luar Ramadan, Istri biasa membuat 500-600 kipo perhari. Waktu pembuatannya pun cukup panjang. Dari dini hari hingga sore hari. Satu kemasan berisi 5 kipo dijualnya dengan harga Rp 1.500. Di tempat lain, di kios-kios jajanan di pasar Kotagede misalnya, satu kemasan kipo dengan jumlah isi yang sama ditawarkan lebih murah, Rp 1.400. Namun sebagai oleh-oleh khas, kipo terbilang tak awet. "Hanya 24 jam, lebih dari itu sudah tak enak lagi," kata dia.

ANANG ZAKARIA

Topik terhangat:

Hambalang Jilid 2
| Bursa Capres 2014 | Aksi Liverpool di GBKRusuh Nabire

Berita lainnya:
Taliban: Dear Malala, Ini Sebab Kami Membunuhmu 

Bentrok dengan Warga, FPI Dikepung di Masjid 

7 Bisnis Spektakuler Incaran Yusuf Mansur

Proyek 'Abadi' nan Mencurigakan Jalan Pantura 

Dahlan Iskan:Yusuf Mansur Mau Beli Bank Muamalat