Berbuka dengan Tahu Siksa  

TEMPO/Tia Hapsa
TEMPO/Tia Hapsa

TEMPO Interaktif, Jakarta - Sekilas, penampilan tahu berwarna kuning ini tidak berbeda dari tahu-tahu pada umumnya. Namun, melihat cara menggorengnya, barulah terlihat perbedaannya. Namanya tahu siksa.

Menurut Aman, 60 tahun, penjual tahu itu di Jalan Kaliki, Beji, Depok, sebenarnya itu adalah tahu Bandung kuning biasa yang digoreng memakai supersedikit minyak goreng. "Setengah kilogram minyak bisa untuk menggoreng 600 potong tahu," ujar pria yang sudah berjualan tahu siksa selama 20 tahun itu.

Karena jumlah minyak yang minimalis, tahu tidak bisa matang seutuhnya. Ketika tahu sudah mulai terlihat sedikit kecokelatan atau gosong, tahu sudah bisa diangkat.

Aman tidak tahu pasti sejarah nama tahu itu. Masyarakat Beji, Depok, memang lebih sering menyebut tahu yang "dipaksa" matang dengan sedikit minyak ini dengan sebutan tahu siksa. Aman juga mempertahankan cara pengemasan tahu ini menggunakan daun pisang. "Dari dulu memang bungkusnya seperti ini," kata dia.

Untuk dapat menikmati 10 potong tahu ini, cukup mengeluarkan uang Rp 6.000. Jika porsi tersebut dianggap terlalu besar, cukup membeli tiga potong seharga Rp 2.000. Pembeli juga akan mendapatkan sambal kacang sebagai bumbu cocolannya yang ditaruh dalam plastik.

Menurut Aman, tahu dagangannya itu lebih laku pada Ramadan daripada hari-hari biasa. Pada Ramadan, 600 tahu yang dijajakannya sejak pukul 15.00 WIB sampai menjelang magrib biasanya laku keras.

Ia pun hanya pada Ramadan berjualan tahu siksa permanen pada sebuah tempat di Beji itu. Kalau hari biasa, Aman biasanya berjualan keliling di wilayah tersebut atau memenuhi panggilan acara-acara kawinan masyarakat Betawi.

Berdasarkan pengamatan Tempo sejak pukul 17.00, pembeli memang tidak henti-hentinya mendatangi gerobak Aman. Rata-rata mereka membeli 10 potong tahu.

Salah seorang pembeli itu adalah Imas, 30 tahun, Warga Srengseng Sawah, Depok, yang mengaku pada hari biasa jarang menemukan penjual tahu siksa. Imas membeli tahu siksa sebagai hidangan berbuka. Seluruh anggota keluarganya memang penggemar makanan berbahan kedelai ini.

TIA HAPSARI