Simak Perbedaan Metode Hilal dan Hisab Penentu 1 Syawal Hari Idul Fitri atau Lebaran 2024

Petugas Kantor Kemenag Kota Sabang melakukan pemantauan hilal di Tugu Kilometer Nol Indonesia, Kota Sabang, Aceh, Minggu, 10 Maret 2024. Kementerian Agama menetapkan 1 Ramadhan 1445 Hijriah jatuh pada Selasa, 12 Maret 2024 ANTARA/Khalis Surry
Petugas Kantor Kemenag Kota Sabang melakukan pemantauan hilal di Tugu Kilometer Nol Indonesia, Kota Sabang, Aceh, Minggu, 10 Maret 2024. Kementerian Agama menetapkan 1 Ramadhan 1445 Hijriah jatuh pada Selasa, 12 Maret 2024 ANTARA/Khalis Surry

TEMPO.CO, Jakarta - Sebentar lagi umat muslim akan menyambut datangnya 1 Syawal sekaligus menjadi penanda lebaran. Lebaran menjadi momen penting setelah umat muslim tuntas melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadan.

Sama halnya dengan penetapan awal Ramadan, Muhammadiyah dan pemerintah memiliki metode masing-masing. Muhammadiyah menggunakan metode hisab dan pemerintah menggunakan metode rukyatul hilal. Apa perbedaannya?

Metode Hisab

Dikutip dari buku Pedoman Hisab Muhammadiyah, kata “hisab” mulanya berasal dari kata Arab al-hisab. Secara harfiah berarti perhitungan atau pemeriksaan. Dalam hadis, istilah hisab ini lebih banyak dipakai untuk arti perhitungan pada Hari Kemudian. 

Sementara itu dalam fikih yang menyangkut penentuan waktu-waktu ibadah, hisab digunakan dalam arti perhitungan waktu dan arah tempat. Ini biasanya untuk kepentingan pelaksanaan ibadah, seperti penentuan waktu salat, puasa, Idul Fitri, waktu haji, dan lainnya. 

Singkatnya, metode hisab merupakan metode perhitungan waktu yang mengacu pada posisi geometris benda-benda astronomi. Benda langit itu seperti misalnya, matahari, bulan, dan bumi. Penentuan waktu hisab yang mengaplikasikan posisi geometris benda-benda langit ini dipelajari dalam ilmu haiah. Atau, istilah astronomi dalam bahasa Yunani dikenal juga sebagai ilmu falak. 

Dikutip dari uici.ac.id, metode hisab ini digunakan oleh Muhammadiyah untuk menentukan awal bulan dalam kalender Hijriah. Hisab yang digunakan adalah hisab hakiki wujudul hilal dengan kriteria tiga hal, yaitu:

1. Telah terpenuhinya ijtimak (konjungsi)
2. Ijtimak itu terjadi sebelum matahari terbenam
3. Pada saat terbenamnya matahari, bulan berada di atas ufuk.

Apabila tiga kriteria itu terpenuhi, maka hari tersebut dianggap telah sah masuk dalam awal bulan Hijriyah.

Metode Rukyatul Hilal

Metode hilal merupakan penampakan bulan baru atau sabit yang merupakan penanda dimulainya bulan baru dalam kalender Hijriah. Melalui metode ini, awal puasa Ramadan bisa ditentukan apabila hilal telah memenuhi kriteria imkanur rukyah. Pun kemungkinan hilal sudah terlihat. 

Dilansir dari uici.ac.id, penggunaan metode ini sudah diyakini sejak Islam awal masuk ke nusantara. Pada saat itu pelaksanaan rukyatul hilal hanya dilakukan dengan mata telanjang, tanpa menggunakan alat bantu apapun. Setelah kebudayaan manusia makin maju, maka dengan sponanitas pelaksanaan rukyatul hilal pun secara berangsur-angsur menggunakan sarana dan prasarana yang menunjang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Hilal merupakan lengkungan bulan sabit paling tipis yang berkedudukan pada ketinggian rendah di atas ufuk barat pasca matahari terbenam (ghurub) dan bisa diamati. Cara pengamatannya terbagi menjadi tiga, mulai mengandalkan mata telanjang, mata dibantu alat optik (umumnya teleskop) hingga yang termutakhir alat optik (umumnya teleskop) terhubung sensor/kamera.

Dari ketiga cara tersebut maka keterlihatan hilal pun terbagi menjadi tiga pula, mulai dari kasatmata telanjang (bil fi’li), kasatmata teleskop, dan kasat–citra. Meski menggunakan rukyatul hilal, tidak serta merta NU meninggalkan hisab atau ilmu falak. NU memosisikan metode hisab sebagai alat bantu dalam pelaksanaan rukyatul hilal. Rukyatul hilal tidak akan bisa diselenggarakan tanpa hisab yang baik.

Setidaknya terdapat tujuh dasar hukum yang mendasari dilakukannya metode rukyatul hilal untuk masukan pergantian bulan termasuk 1 Syawal atau lebaran. Beberapa di antaranya yaitu hadis muttafaq ilaihi, kitab fathul qodir fiqh madzhab hanafi, bughyatul mustarsyidin, dan lainnya.  

ANANDA RIDHO SULISTYA  | HARIS SETYAWAN

Pilihan Editor: Muhammadiyah Tetapkan 11 Maret 2024 sebagai 1 Ramadan dan Idul Fitri 10 April 2024, Ini Metode yang Digunakan