Asal-Usul Mudik Lebaran dan Nilai yang Terkandung di Dalamnya

Reporter

Editor

Laili Ira

Sejumlah pemudik bersepeda motor melintas di Jalan Raya Kanci, Cirebon, Jawa Barat, Minggu, 7 April 2024. Pada H-3 lebaran 2024, arus lalu lintas di jalur Pantura terpantau ramai lancar. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Sejumlah pemudik bersepeda motor melintas di Jalan Raya Kanci, Cirebon, Jawa Barat, Minggu, 7 April 2024. Pada H-3 lebaran 2024, arus lalu lintas di jalur Pantura terpantau ramai lancar. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

TEMPO.CO, JakartaMudik menjadi salah satu tradisi yang kerap kali dilakukan masyarakat Indonesia, terutama umat Islam saat menjelang Idulfitri atau Lebaran. Mudik merupakan istilah umum untuk kegiatan pulang ke kampung halaman atau tanah kelahiran. 

Antropolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Heddy Shri Ahimsa-Putra mengatakan, asal-usul istilah mudik berasal dari bahasa Melayu, yaitu udik, yang berarti hulu atau ujung. 

Pasalnya, masyarakat Melayu yang bermukim di hulu sungai pada masa lampau sering melakukan perjalanan ke hilir sungai menggunakan perahu atau biduk. Setelah selesai urusannya, mereka kembali pulang ke hulu di sore hari. 

“Berasal dari bahasa Melayu, udik. Konteksnya di sini pergi ke muara, lalu pulang kampung. Ketika orang mulai merantau, lantaran ada pertumbuhan di kota, kata mudik mulai dikenal dan dipertahankan sampai sekarang, ketika mereka pulang ke kampungnya,” kata Heddy, pada Selasa, 26 April 2022, seperti dikutip dari laman UGM. 

Asal-Usul Mudik Lebaran

Menurut Heddy Shri Ahimsa-Putra, istilah mudik mulai dikenal luas pada 1970-an, sesudah masa Orde Baru melaksanakan pembangunan pusat perekonomian di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan, yang mengakibatkan banyak orang melakukan urbanisasi untuk menetap dan mencari pekerjaan. 

Ia menuturkan, mereka yang hidup dan bekerja di kota, lama tidak berjumpa dengan keluarga dan kerabat. Padahal, selama di desa bisa dekat dengan keluarga dan kerabat. 

“Pasti kangen, menunggu libur yang lumayan panjang agar bisa kumpul, sangat ditunggu. Karena di Indonesia, masyarakat Muslim yang paling banyak, maka Lebaran Idulfitri jadi pilihan. Berbeda di Eropa dan Amerika, banyak warganya yang pulang kampung saat perayaan thanksgiving atau natal, sedangkan di kita, ya Idulfitri,” ucap Heddy. 

Tujuan Mudik Lebaran

Selain untuk melepas rasa rindu terhadap keluarga, lanjut Heddy, mudik juga menjadi ajang pamer atas keberhasilannya di tanah perantauan bagi sebagian orang. “Motivasi lain karena ingin menunjukkan dirinya sudah berhasil secara ekonomi,” ujarnya. 

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (Unair), Purnawan Basundoro menyebut, tradisi yang biasa terjadi dalam mudik utamanya adalah bersilaturahmi dan reuni serta diikuti dengan makan-makan bersama. Selain itu, ada pula tradisi ziarah kubur dan berkebun bagi yang mempunyai kebun. 

Mudik di hari raya dianggap sebagai sesuatu yang spesial. Karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, momen itu juga dijadikan sebagai tradisi meminta maaf kepada keluarga, sanak saudara, dan lain-lain. 

Adapun mudik, menurut dia, tidak hanya terjadi di Indonesia. “Fenomena semacam itu terjadi di banyak negara. Jadi, ketika ada liburan tertentu yang dinilai bisa untuk bertemu keluarga, mereka berbondong-bondong untuk pulang,” kata Purnawan, pada Jumat, 7 Mei 2021, seperti dikutip dari laman Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Provinsi Jawa Timur. 

Nilai-Nilai Tradisi Mudik Lebaran

Melansir Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan (2023), terdapat beberapa nilai yang terkandung dalam tradisi mudik Lebaran, di antaranya: 

1. Religiusitas

Tradisi mudik memuat nilai religius sebagai karakter yang dominan dengan motif keagamaan. Hal itu dapat dikaitkan dengan firman Allah dalam Al Quran Surah An-Nisa ayat 36 yang menegaskan perintah untuk berbuat baik kepada orang tua, kerabat, tetangga, teman, dan sebagainya. 

2. Toleransi

Tradisi mudik mengandung nilai-nilai toleransi karena dalam melakukan perjalanannya harus mampu saling menghargai untuk menciptakan keselamatan dan kenyamanan. 

Ketika sampai di kampung halaman, toleransi juga terlihat saat berjumpa dengan anggota keluarga dari berbagai latar belakang. 

3. Kerja keras

Dalam tradisi mudik, karakter kerja keras tampak pada usaha yang dilakukan pemudik saat berada di tanah perantauan guna membuktikan hasilnya di kampung halaman. Selain itu, nilai kerja keras terdapat pula pada proses melakukan perjalanan mudik itu sendiri. 

4. Bersahabat dan komunikatif

Sikap bersahabat dan komunikatif dalam bergaul dengan sangat diperlukan saat tiba di tanah kelahiran. Tak hanya itu, berinteraksi dengan mengedepankan norma dan etika juga turut memperkokoh nilai-nilai dalam tradisi mudik. 

5. Peduli sosial

Kepedulian sosial akan semakin terasa saat momen berkumpul dengan keluarga besar. Salah satu kegiatan yang menunjukkan kepedulian sosial juga terlihat pada kegiatan berbagi rezeki atau dikenal dengan istilah tunjangan hari raya (THR) kepada sanak saudara. 

6. Tanggung jawab

Tradisi mudik Lebaran juga mengandung nilai tanggung jawab. Tanggung jawab yang dimaksud, antara lain tanggung jawab moral, hukum, keluarga, komunitas, adat-istiadat, kepercayaan dan aturan hingga kepada diri-sendiri. 

MELYNDA DWI PUSPITA 

Pilihan Editor: 5 hal yang Harus Dipersiapkan Pemudik untuk Menghadapi Ganjil-Genap Lebaran 2024