Kisah Para Guru Mengaji Ajarkan Baca Alquran Untuk Penyandang Tuli

Sejumlah santri penyandang tuli bisa membaca Alquran dengan bahasa Isyarat. TEMPO/Putri Safira Pitaloka
Sejumlah santri penyandang tuli bisa membaca Alquran dengan bahasa Isyarat. TEMPO/Putri Safira Pitaloka

TEMPO.CO, Jakarta - Bulan Ramadan menjadi istimewa karena di bulan suci tersebut, ganjaran pahala meningkat. Dalam ibadah membaca Alquran misalnya, saat Ramadan, satu huruf yang dilafalkan diganjar 10 pahala. Namun, bagaimana dengan teman tuli yang kesulitan berbicara? Bisakah teman tuli melafalkan ayat-ayat Alquran? Bisakah teman tuli menjadi penghafal Alquran? 

Meskipun hidup di dunia tanpa bunyi, Alquran bisa dilafalkan. Seperti terlihat di di Pondok Bani Usamah, Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, sejumlah santri tuli dengan busana muslim duduk di majelis. Masing-masing membuka Alquran. 

Banyak pertanyaan muncul ketika melihat anak-anak tuli mengaji di pondok itu. Bagaimana cara mereka melafalkan ayat-ayat Alquran? Apakah mereka paham dengan huruf hijaiyah?

Berbeda dengan majelis pada umumnya, di sana tak terdengar suara makhraj Alquran yang fasih. Yang terlihat dari kerumunan itu adalah gerakan tangan yang tertata. Sesekali, pandangan mereka menengok tulisan dalam Alquran lalu menggerakkan isyarat dengan jarinya.   

"Ini namanya metode Tilawah, cara khusus melafalkan Alquran tapi dengan isyarat jari, melalui bahasa isyarat," kata Ahmad Thian Vultan, perintis dan pengurus Bani Usamah, kepada Tempo, Ahad, 30 Maret 2024.   

Ahmad menuturkan metode tersebut dibuat oleh Abdul Ghani, Lilih Shaliha dan Aroz Kamaludin yang merupakan penyandang tuna rungu. Metode itu kemudian diterapkan di rumah tuli sebagai metode belajar Alquran. 

Dengan metode tilawah, mereka berhasil memberikan pemahaman isi Alquran kepada santri tuli. Bukan hanya menciptakan bahasa isyarat dan mengajarkannya, mereka juga memperkenalkannya ke seluruh Indonesia. Hal ini mereka lakukan atas panggilan dari Kementerian Agama yang meminta metode ini dipatenkan dan digunakan secara resmi di Indonesia.

“Kebetulan dengan kasih sayang Allah, kami berkesempatan mengikuti diskusi pembuatan iqro dan Quran untuk tuli. Dan kebetulan juga metode tilawah tuli itu metode kami yang dipakai oleh Kemenag RI,” kata Ahmad.

Salah satu pengajar yang juga merupakan penyandang tuli, Aroz, bahkan memiliki program mengajar di beberapa Sekolah Luar Biasa (SLB). Di sanalah ia mengajar mengaji dengan metode mengaji tilawah isyarat.

Pelopor Alquran Isyarat di Indonesia

Ami Ahmad menjelaskan, saat merintis Bani Usamah pada 2013, ia hanya mengajar satu anak santri yang merupakan keponakannya. Kemudian sang kakak yang Bernama Fudji Ahmad Ghani atau biasa dipanggil Haji Abdul Ghani mulai fokus mengajarkan teman-teman tuli.

“Dia (Abdul Ghani) suka main ke tempat-tempat parkir di perempatan atau pertigaan sekitar Majalengka. Tukang parkir di sana itu rata-rata tuli,” jelasnya.

Sejak saat itulah Ami Ahmad Bersama Abdul Ghani mendirikan Rumah Tuli Jatiwangi, yayasan yang sekarang berkembang menjadi Bani Usamah. Mereka bersama-sama mengajak para santri untuk belajar mengaji sekaligus memperdalam ajaran agama islam.

Menurutnya, Rumah Tuli Jatiwangi kini hanya sebagai lembaga hukum atau yayasan yang menaungi pondok pesantren Bani Usamah.

Ilmu Agama Harus Inklusif

Tidak hanya penyandang tuna rungu, di sana juga ada tuna netra, dan penderita stroke. Namun di samping itu, banyak pula santri biasa yang turut meramaikan pondok tersebut. Hal inilah yang membuat Bani Usamah menjadi pondok inklusif.

Menurut Ahmad pria yang kerap disapa Ami Ahmad itu, dibangunnya pondok ini merupakan cita-citanya dan keluarga sejak dulu. “Memang cita-cita kami punya satu pondok atau majelis atau pesantren yang sifatnya itu inklusif,” kata Ahmad.

Tak berhenti di situ, Abdul Ghani yang senantiasa blusukan pun akhirnya berhasil mengajak para mantan gangster atau preman untuk berhijrah. “Ya intinya inklusif lah, pondoknya bercampur baur. Dari yang punya kehidupan yang kelam, atau yang hidupnya lurus-lurus aja juga alhamdulillah ada. Yang sakit maupun yang sehat juga alhamdulillah ada,” tutur Ahmad.

Santri yang menuntut ilmu di Bani Usamah pun berasal dari berbagai daerah. Ada yang dari Brebes, Cirebon, Indramayu, Majalengka, Depok, hingga Kalimantan. Dengan ini pondok Bani Usamah kian berkembang dan kian maju.

Sebagai harapan, Ahmad menyebut bahwa ke depannya ia ingin membuat sekolah luar biasa Islam terpadu (SLB IT) untuk menjangkau lebih banyak teman-teman disabilitas agar bisa belajar agama bersama. “Salah satu targetnya Bani Usamah itu juga bkin SLBI IT dan kelas mantan (kriminal) minimal hafal Juz ‘Amma dan hukum fikih dasar,” Ahmad menjelaskan. “Dan targetnya adalah husnul khotimah bersama walaupun beda-beda waktu,” katanya.

Pilihan Editor: Semangat Santri Tunanetra Jadi Hafidz Alquran