TEMPO.CO, Jakarta - Sahur merupakan kegiatan makan dan minum yang dilakukan oleh umat Islam pada dini hari sebelum terbitnya fajar (sebelum memasuki waktu Imsak atau Subuh) untuk menjalankan ibadah puasa.
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda betapa pentingnya sahur sebelum beribadah puasa dalam menahan lapar dan dahaga.
Artinya: Makan sahurlah kamu, sesungguhnya pada sahur ada keberkahan (HR. Al-Bukhari).
Di Indonesia, pelaksanaan puasa Ramadan diikuti dengan sejumlah tradisi, salah satunya membangunkan orang agar bangun untuk makan sahur.
Istilah yang digunakan untuk menyebut kegiatan itu pun berbeda-beda di setiap daerah, misalnya di kawasan Pantura dikenal sebagai Komprekan, di Semarang disebut dengan Dekdukan, dan masih banyak lainnya.
Lalu, bagaimana asal-usul tradisi membangunkan sahur di Indonesia? Berikut informasi lengkap untuk Anda.
Asal-usul Tradisi Membangunkan Sahur di Indonesia
Dosen Ilmu Sejarah Universitas Airlangga (Unair) Sarkawi B. Husain mengatakan, masih belum ditemukan catatan sejarah mengenai awal mula tradisi kentongan dalam membangunkan orang sahur. Namun, terdapat dugaan bahwa tradisi itu sudah ada sejak Islam masuk ke Indonesia.
“Dugaan saya, tradisi tersebut sudah ada sejak masuknya Islam di Indonesia,” kata Sarkawi yang dikutip dari laman resmi Unair, pada Selasa, 26 Maret 2024.
Dia menjelaskan, bahwa tradisi kentongan yang ada di Indonesia tidak berkaitan secara langsung dengan tradisi yang ada di Timur Tengah. Kendati begitu, dia menyebut Timur Tengah mempunyai tradisi sendiri dalam membangunkan sahur, yaitu azan.
“Tradisi ini tidak memiliki hubungan langsung dengan Timur Tengah. Namun secara tidak langsung, kegiatan membangunkan orang sahur sudah ada sejak zaman Rasulullah dengan media yang berbeda, yaitu azan,” ucapnya.
Meskipun hampir di seluruh wilayah di Indonesia melakukan tradisi tersebut, lanjut dia, tidak semua daerah memiliki penyebutan kegiatan membangunkan sahur yang sama.
“Masyarakat Jakarta misalnya, ngarak beduk atau beduk sahur sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Di Banjar, Kalimantan Selatan, ada tradisi bagarakan sahur yang ada sejak Islam masuk ke sana. Tradisi itu menggunakan alat-alat sederhana, seperti galon, panci, atau radio,” ujar Sarkawi.
Tradisi Membangunkan Sahur di Indonesia
Berikut ini beberapa tradisi khas saat membangunkan sahur di Indonesia yang perlu Anda ketahui.
1. Ubrug-Ubrug
Selain ngarak beduk (Jakarta) dan bagarakan sahur (Kalimantan Selatan), terdapat tradisi membangunkan orang sahur dengan istilah lain, seperti ubrug-ubrug di Kuningan, Jawa Barat.
Dilansir dari laman Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Dharma Husada Bandung, tradisi itu sudah eksis sejak 1970.
Setiap menjelang Ramadan, sekelompok pemuda di Kuningan akan membentuk kelompok yang terdiri dari 10 orang. Sebanyak 5 orang membawa genjring, 2 orang membawa kentongan bambu (kohkol), 1 penabuh bedug, dan 2 orang lainnya mendorong gerobak bedug.
2. Percalan
Di Salatiga, Jawa Tengah, tradisi membangunkan sahur disebut sebagai percalan. Saat sekitar jam 2 pagi, anak-anak dan pemuda membawa tetabuhan seperti kentongan, bedug, ember, dan besi bekas, yang kemudikan akan dipukul dengan memadukan irama agar enak didengar. Tradisi itu diyakini telah dilaksanakan dari puluhan tahun yang lalu.
3. Dengo-Dengo
Dengo-dengo merupakan aktivitas membangunkan orang sahur di Kota Bungku, Morowali, Sulawesi Tengah. Tradisi yang dipercaya sudah hadir sejak awalnya masuknya Islam di Indonesia, yaitu sekitar abad ke-17 itu dalam bahasa Indonesia berarti tempat beristirahat.
Sesuai dengan namanya, dengo-dengo adalah sebuah bangunan yang memiliki tinggi hampir 15 meter, terbuat dari batang bambu sebagai penyangga, menggunakan lantai papan berukuran 3x3 meter, dan beratap daun sagu.
Saat menjelang sahur, para pemuda berkumpul di dengo-dengo sekitar pukul 01.30 waktu setempat. Kemudian, mereka akan menabuh gendang, gong, dan rebana, sehingga warga terbangun dari tidurnya.
MELYNDA DWI PUSPITA
Pilihan Editor: Olahraga Saat Ramadan, Coba Latihan Kalistenik yang Ringan