Pentingnya Sidang Isbat Tentukan Awal Ramadan dan Idul Fitri, Ini Pertimbangan Sebelum Diputuskan Menteri Agama

Petugas Kementerian Agama Sumbar melakukan pemantauan hilal di Gedung Kebudayaan Sumatera Barat di Padang, Sumatera Barat, Jumat, 22 Mei 2020. Berdasarkan hasil sidang isbat dari Kementerian Agama di Jakarta menetapkan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1441 H jatuh pada Ahad, 24 Mei 2020. ANTARA/Iggoy el Fitra
Petugas Kementerian Agama Sumbar melakukan pemantauan hilal di Gedung Kebudayaan Sumatera Barat di Padang, Sumatera Barat, Jumat, 22 Mei 2020. Berdasarkan hasil sidang isbat dari Kementerian Agama di Jakarta menetapkan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1441 H jatuh pada Ahad, 24 Mei 2020. ANTARA/Iggoy el Fitra

TEMPO.CO, Jakarta - Penentuan awal bulan Qamariyah merupakan suatu persoalan yang sangat penting dalam agama Islam karena hal ini menyangkut pelaksanaan ibadah, khususnya pada bulan Ramadan. Kementerian Agama melakukan sidang isbat.

Ini terkait dengan penentuan kapan memulai dan mengakhiri ibadah puasa, serta penentuan awal bulan Syawal. Namun demikian, walaupun penetapan awal bulan baru ini merupakan persoalan yang sangat penting, dalam realitasnya seringkali terjadi perbedaan penetapan 1 Ramadan maupun Idul Fitri. 

Kementerian Agama rutin menggelar sidang isbat (penetapan) awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah. Hal ini sudah berlangsung sejak dekade 1950-an, sebagian sumber menyebut tahun 1962. Hasil sidang isbat diumumkan oleh Menteri Agama dan itu menjadi momen yang ditunggu masyarakat.

Dalam perkembangan selanjutnya, MUI menerbitkan Keputusan Fatwa No 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah. Fatwa itu salah satunya memutuskan bahwa penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah dilakukan berdasarkan metode rukyah dan hisab oleh Pemerintah RI cq. Menteri Agama dan berlaku secara nasional.

Sidang isbat penting dilakukan karena ada banyak organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam di Indonesia yang juga memiliki metode dan standar masing-masing dalam penetapan awal bulan Hijriyah. Tidak jarang pandangan satu dengan lainnya berbeda, seiring dengan adanya perbedaan mazhab serta metode yang digunakan. Sidang isbat menjadi forum, wadah, sekaligus mekanisme pengambilan keputusan.

Dalam prosesnya, sidang isbat menjadi forum musyawarah para ulama, pakar astronomi, ahli ilmu falak dari berbagai ormas Islam, termasuk instansi terkait dalam menentukan awal bulan Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah. 

Menurut dalam Jurnal Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA), itsbat dalam bahasa Arab berasal dari kata athbata–yuthbitu–ithbtan, yang berarti penetapan, pengukuhan, pengiyaan.

Definisi isbat (sidang isbat) sebagai sidang untuk menetapkan kapan jatuhnya tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 1 Dzulhijjah yang dihadiri berbagai ormas Islam di Indonesia dan langsung dipimpin oleh Menteri Agama RI. Sidang isbat dihadiri diantaranya oleh Duta Besar Negara-negara Islam, Pejabat Eselon I dan II Depag RI, Anggota BHR Kementerian Agama, MUI dan Ormas Islam, dan Lembaga/Instansi yang terkait. 

Acara tersebut dipimpin langsung oleh Menteri Agama Republik Indonesia. Acara pokok sidang isbat dimulai dengan presentasi/simulasi hisab awal bulan, dilanjutkan dengan tanggapan/saran (menunggu laporan rukyat), dan diakhiri penetapan awal bulan.

Menteri Agama dalam proses penetapan sidang isbat, menimbang beberapa hal sebelum mengambil keputusan, yaitu data hisab yang dihimpun oleh Badan Hisab Rukyat Kementerian Agama dari berbagai sumber tentang waktu ijtima’, ketinggian hilal dan posisi hilal di seluruh Indonesia, dan laporan pelaksanaan rukyat dari seluruh Indonesia.

Sidang Isbat penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah, kata Adib, bukan hanya dilakukan Indonesia saja. Negara-negara Arab juga melakukan isbat setelah mendapatkan laporan rukyat dari lembaga resmi pemerintah atau perorangan yang sudah terverifikasi dan dinyatakan sah oleh Majelis Hakim Tingginya. Bedanya, Indonesia menggunakan mekanisme musyawarah dengan seluruh peserta sidang isbat.

Wacana hisab rukyat khususnya penetapan awal bulan Qamariyah di Indonesia, terdapat dua aliran besar yang selama ini kuat yaitu aliran hisab dan aliran rukyat. Aliran hisab selalu diidentikkan dengan ormas Muhammadiyah, sedangkan aliran rukyat selalu diidentikkan dengan ormas Nahdlatul Ulama. Hal ini karena keduanya merupakan ormas keagamaan yang terbesar di Indonesia. Antara dua aliran ini seringkali terjadi perbedaan yang dilatarbelakangi oleh perbedaan pemahaman istilah rukyat dalam beberapa hadis Rasulullah. 

Aliran hisab sendiri, terdapat beberapa perbedaan, yaitu sistem hisab taqrb, taqq dan kontemporer. Demikian pula dalam aliran rukyat terdapat beberapa perbedaan, ru’yat f wilyat al-ukmi yang dianut oleh Nahdlatul Ulama.

Pilihan Editor: Lembaga Falakiyah PBNU Prediksi 1 Ramadan pada 12 Maret 2024, Begini Proses Penetapannya