Ramadan Menjelang, Berikut Aturab Bayar Utang Puasa Secara Qada Maupun Fidyah

Ilustrasi Buka Puasa. shutterstock.com
Ilustrasi Buka Puasa. shutterstock.com

TEMPO.CO, Jakarta - Kedatangan Ramadan 2024 Masehi atau 1445 Hijriah tinggal menghitung hari. Umat Muslim yang sudah akil baligh diwajibkan berpuasa sebulan penuh sebagai bagian dari rukun agama Islam. Namun, adakalanya terjadi suatu peristiwa yang membatalkan puasa, tidak memungkinkan atau justru malah dilarang berpuasa.

Karena puasa Ramadan hukumnya wajib, maka harus pula untuk diganti di luar bulan Ramadan. Utang puasa, begitu penyebutannya, ada dua cara menggantinya. Pertama bagi yang mampu berpuasa diganti dengan puasa, disebut kada atau qadha. Kedua, bagi yang tidak mampu berpuasa, diganti dengan fidiah atau membayar denda.

Lantas bagaimana tata cara mengganti puasa Ramadan, baik secara kada maupun fidiah?

Sebelum membahas lebih lanjut ihwal cara membayar utang puasa Ramadan, ada baiknya mengetahui hal-hal yang membolehkan tidak berpuasa maupun hal-hal yang menyebabkan seseorang dilarang menjalankan puasa. Dilansir dari NU Online, boleh orang tidak berpuasa karena alasan tertentu.

Sebagaimana disebutkan secara rinci oleh Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani dalam Kitab Kasyifatu Saja’, ada enam orang yang diperbolehkan tidak berpuasa, mereka adalah:

1. Musafir atau orang yang sedang bepergian.

2. Orang sakit.

3. Orang jompo atau usia lanjut yang tidak berdaya melakukan puasa.

4. Ibu hamil.

5. Orang dehidrasi maupun kelaparan yang mengancam jiwa.

6. Wanita menyusui.

Sementara itu, masih dilansir dari NU Online, ada delapan keadaan di mana seseorang dilarang berpuasa alias puasanya batal. Delapan perkara ini telah dijelaskan dalam kitab Fath al-Qarib.

1. Masuknya sesuai ke dalam tubuh dengan sengaja melalui mulut, hidung, maupun telinga.

2. Masuknya benda, misalnya obat-obatan, melalui jalan depan (qubul) atau jalan belakang (dubur).

3. Muntah yang disengaja, misalnya sengaja menggelitik tenggorokan.

4. Berhubungan intim dengan sengaja di siang hari.

5. Keluar cairan semen dengan sengaja, bukan karena mimpi basah.

6. Mengeluarkan darah haid maupun nifas.

7. Mengalami gangguan jiwa.

8. Keluar dari Islam atau murtad.

Membayar utang puasa dengan berpuasa atau qada

Secara bahasa, qadha artinya menyelesaikan, menunaikan, dan memutuskan hukum atau membuat suatu ketetapan. Sementara, dalam konteks puasa Ramadan, pengertian qadha merujuk pada tindakan mengganti hari ibadah puasa yang ditinggalkan. Caranya, baik rukun dan syarat, tidak jauh berbeda saat Ramadan.

Adapun yang wajib mengganti puasa dengan qada ini yaitu:

1. Orang sakit yang telah sembuh.

2. Musafir.

3. Hamil dan menyusui.

4. Haid maupun nifas.

Sedangkan terkait jumlah hari puasa yang diganti, sesuai dengan jumlah puasa yang ditinggalkan saat Ramadan. Misalnya, seseorang tidak berpuasa selama 7 hari, maka wajib menggantinya juga sebanyak 7 hari. Bila lupa jumlah harinya, maka dianjurkan mengambil jumlah maksimal dari puasa yang ditinggalkan.

Selain itu, dianjurkan membayar utang puasa berurutan. Jadi, jika batal puasa Ramadan sebanyak 3 hari, maka disunahkan menggantinya dengan berpuasa 3 hari berturut-turut. Namun membayarnya secara selang-seling, juga tidak masalah. Misalnya sekalian melaksanakan puasa sunah tiap Senin dan Kamis.

Lalu kapan terbaik untuk membayar utang puasa? Tentu saja dilarang berpuasa di Hari Raya Idul Fitri atau 1 Syawal karena haram hukumnya. Namun, hari-hari setelahnya atau pekan pertama Syawal disebut sebagai waktu terbaik untuk membayar utang puasa Ramadan. Selain utang puasa Ramadan terlunasi, pahala jadi berlipat ganda karena berpuasa Syawal.

Namun, ada kalanya berpuasa di awal Syawal terasa menyulitkan. Sebab umat Islam biasanya merayakan Hari Raya Idul Fitri dengan ajang silaturahmi yang lazim dengan suguhan kue lebaran. Sebab itu, membayar utang puasa Ramadan di lain hari pun tak jadi pasal. Kalau mau pahala lipat ganda, pilih saja hari di mana disunahkan untuk berpuasa.

Tak sedikit umat Islam yang membayar utang puasa Ramadan mendekati bulan puasa berikutnya. Untuk diketahui, sebagian ulama berpendapat bahwa batas waktu membayar utang puasa adalah sebelum pertengahan bulan Sya’ban. Sebab, jika dilakukan setelahnya maka hukumnya menjadi makruh.

Rukun membayar utang puasa tidak muluk-muluk. Meskipun tidak wajib, sebelum puasa dianjurkan sahur. Untuk niatnya, bacaannya sedikit berbeda dengan saat hendak puasa Ramadan. Namun tetap harus dilafalkan saat malam atau sesudah sahur. Adapun niat puasa qadha untuk mengganti Ramadan adalah sebagai berikut:

Nawaitu shauma ghadin ‘an qadaa’i fardhi syahri Ramadhaana lillaahi ta’aalaa.”

Artinya: “Saya berniat mengganti (mengqadha) puasa bulan Ramadan karena Allah Ta’ala.”

Membayar utang puasa dengan fidyah atau denda

Adapun fidiah menurut KBBI yaitu denda yang biasanya berupa makanan pokok, misalnya beras, yang harus dibayar oleh seorang Muslim karena melanggar salah satu ketentuan dalam ibadah puasa karena penyakit menahun, penyakit tua yang menimpa dirinya, dan sebagainya.

Berdasarkan definisi tersebut, ada tiga kriteria yang dibolehkan membayar utang puasa dengan denda:

1. Sakit tidak ada harapan sembuh.

2. Lanjut usia.

3. Wanita menyusui, yang dikhawatirkan berdampak pada bayinya bila berpuasa.

Dilansir dari Rumahzakat.org, membayar denda puasa hukumnya wajib bagi mereka yang tak mampu berpuasa. Hal ini tertuang dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 184. Firman Allah tersebut menjelaskan membayar fidyah bisa dilakukan dengan memberi makan kepada satu orang miskin. Berikut bunyinya ayatnya:

Dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah (yaitu) membayar makan satu orang miskin.” (QS Al-Baqarah: 184).

Menurut Rumah Zakat ukuran satu mud adalah setara dengan tiga perempat liter makanan pokok. Ada pula ulama yang mengatakan, besaran fidyah sebanyak dua mud atau setara 1,5 kilogram makanan pokok. Ada pula yang mengatakan sebanyak satu sha atau setara dengan 2,75 liter makanan pokok.

Namun, lebih baik membayarnya dengan memberikan makan orang miskin cukup untuk sehari makan (3x sehari) dengan porsi yang cukup mengenyangkan. Selain dengan memberikan makan, fidyah juga dapat dilakukan dengan memberi uang tunai. Rumah Zakat menyarankan fidyah disesuaikan dengan harga satu porsi makanan yang standar yang berlaku.

Sebagai catatan, “membayar makan satu orang miskin” tersebut adalah untuk satu kali puasa Ramadan yang ditinggalkan. Sehingga apabila utang puasa sebanyak tujuh kali misalnya, maka jumlah fidiah yang dibayarkan harus tujuh kali pula. Artinya, yang bersangkutan memberi makan orang miskin tersebut tujuh hari berturut-turut.

Jika ingin lebih mudah, bisa berpatokan pada peraturan Baznas setempat. Misalnya untuk wilayah DKI Jakarta, nilai fidyah pada 2023 sebesar Rp60.000 per hari per jiwa. Jadi, jika memiliki hutang puasa 7 hari, maka fidyah yang harus dibayar adalah Rp420 ribu.

Pilihan Editor: Muhammadiyah Tetapkan 1 Ramadan pada 11 Maret 2024 dan Idul Fitri pada 10 April 2024