Bagaimana Hukum Shalat dengan Tinta Pemilu? Ini Penjelasannya

Reporter

Editor

Laili Ira

Berikut ini penjelasan hukum shalat dengan tinta pemilu dan cara mengetahui bagaimana menentukan bahan tinta bebas dari najis. Foto: Canva
Berikut ini penjelasan hukum shalat dengan tinta pemilu dan cara mengetahui bagaimana menentukan bahan tinta bebas dari najis. Foto: Canva

TEMPO.CO, JakartaSetelah melakukan pencoblosan pada Pemilu, seseorang diwajibkan untuk mencelupkan jarinya pada tinta Pemilu. Seringkali tinta Pemilu ini sulit untuk dibersihkan. Lalu, bagaimana hukum shalat dengan tinta pemilu?

Hal ini tentunya banyak dipertanyakan oleh umat Muslim, karena khawatir jika tinta Pemilu yang menempel bisa menghalangi air wudhu atau mengandung najis. Untuk lebih jelasnya, berikut ini penjelasan mengenai hukum shalat dengan tinta Pemilu

Hukum Shalat dengan Tinta Pemilu

Mengutip dari website resmi Nahdlatul Ulama (NU) yakni NU Online, dijelaskan bagaimana keabsahan shalat bila ada tinta ungu di jari pasca pemilu.

Dalam laman tersebut tertulis bahwa keabsahan shalat tergantung dari bahan pembuat tinta yang digunakan saat pemilu. Apakah bahan pembuat tinta tersebut mengandung bahan yang najis atau tidak.

Hal tersebut sejalan dengan kesucian pakaian dan apapun yang melekat di tubuh Anda. Bila terindikasi mengandung bahan yang najis, maka Anda perlu mensucikan daerah yang terkena tinta tersebut. Termasuk bila tinta tersebut ada di jari kelingking atau jari tangan yang lain, hingga menempel tersisa di pakaian.

Menurut Syekh Syihabuddin Ar-Ramli, Fathul Jawad bi Syarhi Manzhumati Ibnil Imad, adapun dalilnya antara lain:

( ) ( )    

Artinya, “(Jika najis itu tersisa di pakaian, badan,) atau sejenisnya, (setelah dibasuh, maka hukumilah kesuciannya) karena sulit. Sedangkan tindakan menggosok dan mengorek bersifat sunah belaka, tetapi ada yang mengatakan bahwa keduanya syarat. Jika penghilangan najis bergantung pada potas [kalium karbonat atau garam abu] dan sejenisnya [seperti sabun, bensin, atau cairan tajam yang lain], maka wajib sebagaimana diyakini oleh Al-Qadhi dan Al-Mutawalli, serta dikutip oleh An-Nawawi dalam Al-Majemuk dan diyakininya di Tahqiq dan disahihkan olehnya di Tanqih,” (Lihat Syekh Syihabuddin Ar-Ramli, Fathul Jawad bi Syarhi Manzhumati Ibnil Imad, [Singapura-Jeddah-Indonesia, Al-Haramain: tanpa catatan tahun], halaman 64-65).

Jika hasil uji klinis menemukan ada bahan yang mengandung najis dalam tinta pemilu, maka umat muslim perlu membersihkan dan mensucikan bagian tubuh tersebut. Caranya dengan membersihkan menggunakan sabun, batu,ataupun zat pembersih lainnya.

Namun, bila telah dibersihkan dan disucikan tapi masih ada sisa tintanya. Maka hal tersebut tak apa karena Anda telah mensucikan dan membersihkannya.

Hukum Tinta Menyerupai Hukum Noda Haid

Masih dari sumber yang sama. Membersihkan noda atau sisa tinta Pemilu ini menyerupai kasus membersihkan noda darah haid yang membekas di pakaian.

Seperti yang disebutkan Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki dalam Kitab Ibanatul Ahkam, Syarah Bulughul Maram. Bahwa sisa noda darah haid yang menempel pada pakaian yang telah dibersihkan dan disucikan tersebut dapat ditoleransi berdasarkan hukum syariatnya.

( )  

Artinya, “Bekas warna (najis) yang tersisa pada pakaian dimaafkan setelah pakaian dicuci secara serius dengan dalil hadits selanjutnya yang berbunyi, ‘Bekasnya tidak masalah bagimu,’” (Lihat Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan pertama, juz I, halaman 54).

Melanjutkan hal serupa, para ulama Mazhab Syafi’i fokus terhadap beberapa catatan terkait kriteria sulit. Untuk mensucikan najis tersebut Anda bisa mengoreknya sebanyak 3 kali kemudian dibersihkan menggunakan sabun atau zat pembersih lainnya.

 

Artinya, “Kriteria sulit itu adalah tindakan mengorek sesuatu sebanyak tiga kali disertai dengan bantuan pendahuluan [seperti sabun atau pembersih lainnya]. Bila suatu benda dicelup dengan pewarna yang mengandung najis, lalu benda yang dicelup dengan pewarna tersebut dicuci hingga bersih basuhannya dan yang tersisa hanya warnanya, maka benda itu dihukumi suci,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Nihayatuz Zein, [Bandung, Al-Maarif: tanpa catatan tahun], halaman 46).

Cara Mengetahui Bahan Tinta Pemilu Bebas Bahan Najis

Untuk mengetahui apakah bahan tinta yang digunakan saat pencoblosan pemilu ini berbahan najis atau tidak, Anda bisa melakukan uji klinis di laboratorium.

Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) mengungkapkan bahwa tinta yang digunakan saat pemilu halal, terbebas dari bahan najis, dan telah lolos uji tembus air di laboratorium.

Dengan kata lain, sekalipun warna tinta masih tersisa di jari ataupun di pakaian dan sulit dibersihkan. Maka Anda tetap bisa sholat karena tinta tersebut terbebas dari bahan najis.

Sekalipun mengandung bahan najis, Anda bisa membersihkannya menggunakan sabun, batu, ataupun zat pembersih lainnya. Jika setelah dibersihkan masih ada tersisa warna tintanya, maka tak apa untuk tetap melanjutkan shalat. Sebab, noda tersebut telah Anda bersihkan dan sucikan.

Demikianlah informasi mengenai hukum shalat dengan tinta pemilu. Dengan informasi ini semoga Anda mengetahui keabsahan shalat pasca coblos pemilu nanti. Semoga informasi ini bermanfaat, ya. 

HERZANINDYA MAULIANTI

Pilihan Editor: Enam Fakta Tinta Pemilu, Sudah Digunakan Sejak 1962 Hingga Bersertifikat Halal