Pesta Perang Ketupat Jelang Ramadhan di Bangka, Simbol Perangi Perbuatan Jahat

Reporter

Dalam rangka menyambut datangnya bulan suci Ramadan, masyarakat Desa Tempilang Kecamatan Tempilang Kabupaten Bangka Barat menggelar pesta adat Perang Ketupat dan ritual memberi makan makhluk halus yang hidup di laut. Kegiatan tersebut digelar di Pantai Pasir Kuning Desa Tempilang, Ahad, 12 Maret 2023. TEMPO/Servio Maranda
Dalam rangka menyambut datangnya bulan suci Ramadan, masyarakat Desa Tempilang Kecamatan Tempilang Kabupaten Bangka Barat menggelar pesta adat Perang Ketupat dan ritual memberi makan makhluk halus yang hidup di laut. Kegiatan tersebut digelar di Pantai Pasir Kuning Desa Tempilang, Ahad, 12 Maret 2023. TEMPO/Servio Maranda

TEMPO.CO, Pangkalpinang -Masyarakat Desa Tempilang Kecamatan Tempilang Kabupaten Bangka Belitung menggelar pesta adat Perang Ketupat di Pantai Pasir Kuning dalam rangka menyambut datangnya bulan Ramadhan.

Kepala Desa Tempilang Rosidi Sidok mengatakan tradisi perang ketupat sudah digelar turun temurun oleh masyarakat Tempilang.

"Sebelum perang ketupat digelar, ada beberapa ritual yang dijalankan masyarakat agar terhindar dari marabahaya, berbagai penyakit dan berharap tanaman bisa tumbuh subur," ujar Rosidi kepada Tempo, Ahad, 12 Maret 2023.

Rangkaian acara Perang Ketupat dimulai dengan pelaksanaan tradisi nganggung atau makan bersama, dilanjutkan dengan pertunjukan Tari Serimbang, Kedidi, Ngancak, Taber Kampung, Penimbungan serta pertarungan dua pendekat pencak silat dan diakhiri dengan saling lempar ketupat sebagai simbol memerangi berbagai perbuatan jahat

Menurut Rosidi, Ngancak adalah menyiapkan berbagai makanan sebagai sesajen. "Sesajen dalam ritual "Ngancak" ini diberikan sebagai simbol memberikan makanan untuk makhluk halus yang hidup di laut," ujar dia.

Ritual selanjutnya adalah Taber Kampung. Dalam ritual ini, kata dia, dukun kampung menyiramkan air tepung beras yang dicampur sejumlah ramuan ke rumah-rumah masyarakat dengan alat yang terbuat dari pelepah pohon pinang.

"Selama "Taber Kampung" ini, ada sejumlah pantangan yang harus dipatuhi masyarakat yakni selama tiga hari tidak boleh pergi melaut dan selama tiga hari juga dilarang menjemur pakaian didepan rumah," ujar dia.

Setelah Taber Kampung dilaksanakan, kata Rosidi, dilaksanakan juga ritual Penimbungan dimana masyarakat Tempilang membuat miniatur perahu yang berisi sejumlah makanan seperti ketupat dan lepat untuk selanjutnya dihanyutkan ke laut.

"Setelah perahu dihanyutkan ke laut, baru perang ketupat digelar. Perang Ketupat intinya perang melawan Lanun," ujar dia.

Rosidi menuturkan perang ketupat bermula di daerah Benteng Kuta dimana nenek moyang atau leluhur masyarakat Tempilang marah dengan kejahatan lanun di laut.

"Saking marahnya, panglima Tempilang yang bernama Makniak sampai menampar salah satu bangunan benteng. Di sana ada bekas telapak tangan panglima kita yang masih bisa dilihat. Akhirnya dengan perlawanan itu, para lanun lari dan dilempar dengan ketupat oleh masyarakat," ujar dia.

Penjabat Gubernur Bangka Belitung Ridwan Djamaluddin menambahkan ritual adat Perang Ketupat saat ini telah berkembang dan menjadi ajang silahturahmi masyarakat di Pulau Bangka.

"Perang Ketupat merupakan simbol perjuangan masyarakat di masa lampau. Ini merupakan perang persahabatan. Kita harap tradisi ini bisa dikenalkan secara lebih luas lagi bagi masyarakat luar Pulau Bangka," ujar dia.

SERVIO MARANDA

Pilihan Editor: Pantai Boneoge Sulteng Ramai Dikunjungi Warga Menjelang Ramadhan