Sejarah Masjid Rahmat, Masjid Tertua di Kota Surabaya

Reporter

Editor

Nurhadi

Sejumlah santri duduk di beranda kantor seusai melakukan sholat di Masjid Rahmad, jalan Kembang Kuning, Surabaya, Selasa (9/7). TEMPO/Fully Syafi
Sejumlah santri duduk di beranda kantor seusai melakukan sholat di Masjid Rahmad, jalan Kembang Kuning, Surabaya, Selasa (9/7). TEMPO/Fully Syafi

TEMPO.CO, JakartaMasjid Rahmat adalah masjid tertua di Kota Surabaya, Jawa Timur, yang sejarahnya bisa ditarik hingga ke Sunan Ampel. 

Dikutip dari jawatimuran.disperpusip.jatimprov.go.id, Masjid Rahmat terletak di Jalan Kembang Kuning, Kota Surabaya. Meski bangunannya baru dibangun pada 1967, tapi cikal bakal masjid itu telah ada sejak zaman Sunan Ampel.

Dilansir dari skripsi berjudul Sejarah Perkembangan Yayasan Masjid Rahmat Kembang Kuning Surabaya (Yasmara) Tahun 1967-1972, raja Majapahit saat itu, Prabu Sri Kertawijaya, sedang gundah memikirkan warganya yang bubrah tanpa arah. Kecamuk perang saudara, panggung judi, main perempuan, dan mabuk-mabukan menjadi kesibukan harian rakyat maupun bangsawan.

“Saya punya keponakan yang ahli mendidik kemerosotan budi pekerti. Namanya Sayyid Ali Rahmatullah, putra Kakanda Dewi Candrawulan,” kata istri Kertawijaya, Ratu Darawati.

Kertawijaya akhirnya mengirim utusan untuk menjemput Rahmatullah ke Campa (kini Kamboja). Rahmatullah inilah yang kelak dikenal dengan nama Sunan Ampel. Ia adalah cucu Raja Campa, putra kedua Syekh Ibrahim Asmarakandi dan Dewi Candrawulan. Diperkirakan ia lahir pada 1420 karena saat berada di Palembang pada 1440, sebuah sumber sejarah menyebutnya berusia 20 tahun. 

Rombongannya lantas sampai di ibu kota Majapahit Trowulan. Mereka lantas menghadap Kertawijaya. Di sana, Rahmatullah menyepakati permintaan Kertawijaya untuk mendidik moral bangsawan dan kawula Majapahit.

Sebagai hadiah, ia diberi tanah di Ampel Denta, Surabaya. Sebanyak 300 keluarga lalu diserahkan untuk dididik sekaligus mendirikan permukiman di Ampel. Meski Kertawijaya menolak masuk Islam, Rahmatullah diberi kebebasan mengajarkan Islam pada warga Majapahit, asal tanpa paksaan.

Ia lantas dinikahkan dengan saudara istri Adipati Tuban Pratikna yang bernama Dewi Condrowati. Sejak itu, gelar raden melekat di namanya dan ia biasa disebut sebagai Raden Rahmat.

Di Desa Kembang Kuning, delapan kilometer dari Ampel, ia mendirikan sebuah bangunan untuk beribadah yang kemudian dikenal sebagai Langgar Tiban. Pada 1951, langgar itu berubah fungsi menjadi masjid dan sejak itu pula namanya berubah menjadi Masjid Rahmat.

Masjid itu sempat tidak terurus hingga daerah di sekitarnya berubah menjadi hutan lebat. Seorang penduduk yang sedang merambah hutan kemudian menemukan bangunan itu. 

Bangunannya beralaskan batu bata yang ditata rapi dengan empat buah tiang di setiap sudutnya yang menyangga atap dari daun tebu. 

Masjid Rahmat masih digunakan hingga kini. Banyak jemaah yang percaya, serambi bagian utara masjid memiliki keistimewaan dibandingkan yang lain. Bila salat dan berdoa di situ, segala permintaan pasti akan dikabulkan Allah, begitu menurut mereka. Tempat itu dianggap paling mustajab karena dulunya merupakan ruangan pengimaman. 

AMELIA RAHIMA SARI

Baca juga: Masjid Rahmad, Masjid Tertua di Surabaya