Bolehkah Pacaran Saat Sedang Puasa Ramadan?

Reporter

Editor

Dwi Arjanto

Ilustrasi pacaran. Dok.TEMPO/ Hariyanto
Ilustrasi pacaran. Dok.TEMPO/ Hariyanto

TEMPO.CO, Jakarta -Di bulan Ramadan, tak sedikit kita menemukan pasangan muda-mudi yang bukan mahram berduaan, misalnya pulang dari kampus atau bareng mencari menu berbuka puasa Ramadan.

Momen yang dipandang sebagai berduaan bahkan disebut pacaran perlu dilihat kronologi dan niat hati masing-masing. Tentu masih banyak aktifitas bermanfaat dan menambah pahala yang lain selama bulan Ramadan.

Lantas, bagaimana Islam mengatur kegiatan seperti berpacaran tapi saat sedang menjalankan ibadah puasa Ramadan?

Mengutip penjelasan Ustadz Mahbub Maafi, Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU, di laman antaranews.com, perlu didudukkan dahulu pemaknaan mengenai pacaran.

Apabila mengacu pada berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya, maka hukumnya jelas haram. Seperti dijelaskan dalam sebuah hadist berikut, yang artinya:

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali berkhalwat (berduaan) dengan perempuan yang bukan mahram karena yang ketiga di antara mereka adalah setan,” (HR Ahmad).

Lantas apakah hal itu dapat membatalkan puasa?

Kembali mengutip penjelasan Ustadz Mahbub di laman antaranews.com, bergandeng tangan dan memandang lawan jenis tidaklah membatalkan puasa. Namun dapat berujung puasanya tidak diterima di sisi Allah, karena ia melakukan apa yang telah diharamkan.

Dan apabila dalam memandang lawan jenis kemudian menimbulkan rasa syahwat sampai mengeluarkan air mani, maka akan membatalkan puasa.

Sebab, salah satu hal yang dapat membatalkan puasa adalah keluarnya mani. Artinya, seseorang yang memandang lawan jenisnya menjadi terangsang lalu keluar air mani maka puasanya menjadi batal. Dalam konteks ini baik laki-laki maupun perempuan.

Simak pemaparan berikut ini: 

“Seandainya ia memperhatikan dengan seksama (sesuatu) atau memikirkannya kemudian keluar air mani maka puasanya tidak batal sepanjang keluar maninya tidak dari kebiasaannya sebab melihat atau membayangkannya. Jika tidak demikian maka keluarnya mani membatalkan puasa. Dan jika ia merasa mani akan keluar sebab mamandangnya kemudian ia tetap memandang (menikmatinya) sehingga keluar mani maka dapat dipastikan membatalkan puasa.” (Syekh Nawawi Al-Bantani, Nihayah az-Zain fi Irsyad al-Mubtadi`in, Bairut-Dar al-Fikr, tt, h. 187).

DELFI ANA HARAHAP
Baca juga: Negara-negara Ini Alami Durasi Puasa Terlama di Dunia