Sama-Sama Rumah Ibadah, Apa Bedanya Masjid dan Musala?

Reporter

Kompleks Yayasan Ar-Rahmah yang terdiri dari musala, tempat pengajian, dan pondok penginapan bagi anak yatim-piatu (bangunan warna kuning, kanan), di kampung halaman Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq, di Dusun Morotanjek, Desa Purwoasri, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur. TEMPO/Abdi Purmono
Kompleks Yayasan Ar-Rahmah yang terdiri dari musala, tempat pengajian, dan pondok penginapan bagi anak yatim-piatu (bangunan warna kuning, kanan), di kampung halaman Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq, di Dusun Morotanjek, Desa Purwoasri, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur. TEMPO/Abdi Purmono

TEMPO.CO, JakartaSalat berjamaah di luar rumah bisa dilakukan di masjid maupun musala. Meski cukup umum, ternyata masih banyak yang salah kaprah mengenai perbedaan masjid dan musala. Lantas, apa bedanya?

Dalam KBBI, masjid didefinisikan sebagai rumah atau bangunan tempat bersembahyang  orang Islam. Sementara musala, adalah tempat salat, langgar, atau surau.

Mengutip NU Online, secara istilah syariat, masjid adalah tempat yang diwakafkan untuk salat dengan niat menjadikannya masjid. Sementara musala adalah tempat salat secara mutlak, baik  berupa wakaf, milik pribadi, hibah, dan lain sebagainya. Dari definisi di atas, masjid sudah pasti wakaf, sedangkan musala belum tentu wakaf.

Jadi, dapat dipahami bahwa penggunaan tempat untuk jamaah salat Jumat bukan menjadi prinsip dalam menentukan status masjid, tetapi ditentukan oleh sighat (ucapan) pewakaf. Apabila ada tanah yang diwakafkan sebagai masjid, maka statusnya adalah masjid, meski tidak pernah dipakai salat Jumat.

Sumber lain menyebut, hukum-hukum bagi masjid tidak dapat diterapkan di musala. Sebab, batasan sebuah bangunan dikatakan sebagai masjid adalah tempat yang digunakan untuk melaksanakan salat berjamaah lima waktu atau salat fardhu. 

Hal ini secara gamblang disebutkan dalam salah satu fatwa yang artinya: "Batasan masjid yang digunakan untuk shalat 5 waktu oleh kaum muslimin secara berjamaah, adalah bangunan yang dikelilingi tembok atau kayu atau pelepah, atau bambu atau semacamnya. Inilah wilayah yang berlaku hukum-hukum masjid, seperti larangan larangan bagi wanita haid, nifas, atau orang junub untuk tinggal di dalamnya." (Majmu’ Fatawa Lajnah Daimah, jilid 6, no. 221).

Oleh karena itu, musala tidak dapat disebut sebagai masjid karena tidak bisa mengumpulkan kaum Muslimin untuk melaksanakan salat lima waktu di dalamnya. Apalagi musala yang biasa terdapat di rumah-rumah hanya bisa diisi oleh penghuni rumah.

Selain itu, musala memiliki sifat tidak tetap. Hal ini karena pemilik rumah atau bangunan bisa saja mengganti atau mengubah fungsinya menjadi ruangan lain. Tempat semacam inilah yang tidak memiliki hukum sebagai masjid. 

Penting untuk diingat, semua bangunan yang dihukumi masjid, maka memiliki ketentuan yang berlaku sebagai masjid. Ketentuan yang dimaksud, yakni salat tahiyatul masjid dan orang haid atau berjunub tidak boleh menetap, dan lain sebagainya.

Terlepas dari perbedaan masjid dan musala, sejatinya seluruh alam di atas bumi ini bisa dijadikan sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda, "Telah dijadikan untukku (dan untuk umatku) bumi sebagai masjid (tempat sujud) dan yang suci lagi menyucikan. Siapa saja di antara umatku yang ingin menunaikan salat (di bumi itu), maka hendaklah ia salat." (HR Bukhori dan Muslim).

M. RIZQI AKBAR 

Baca: Masjid Patimburak di Fakfak Penanda Islam Masuk Papua Barat 152 Tahun Lalu

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.