Menjaga Tradisi Kenduri Nuzulul Quran di Tengah Corona

Reporter

Tradisi kenduri Nuzulul Quran di Aceh saat Ramadan. Foto: Antara
Tradisi kenduri Nuzulul Quran di Aceh saat Ramadan. Foto: Antara

TEMPO.CO, Jakarta - Kenduri Nuzulul Quran yang dilaksanakan warga muslim di Provinsi Aceh pada setiap pertengahan dan akhir Ramadan merupakan salah satu kearifan lokal yang hingga kini masih dipertahankan. Masyarakat Aceh, khususnya Aceh Besar dan Kota Banda Aceh, menyebut kenduri tersebut dengan Tammat Daruh yang bermakna kenduri khatam Quran sebab dilaksanakan usai tadarus Quran pada setiap malam Ramadan.

Hidangan aneka masakan dan juga bermacam jenis kue tersaji di atas talam yang diberi penutup (tutup saji). Makanan tersebut datang dari rumah warga dan dibawa ke meunasah atau masjid untuk santapan menu berbuka puasa bersama pada kenduri Nuzulul Quran di setiap Ramadan.

Kenduri Nuzulul Quran pada Ramadan 1441 Hijriah memiliki nuansa yang jauh berbeda. Tak ada keramaian anak-anak yang saling berebut lauk-pauk saat sirine berbuka berbunyi dari pengeras suara di masjid. Karena tengah mengalami masa pandemi Corona, tidak semua desa di Aceh Besar dan Kota Banda Aceh menggelar kenduri Nuzulul Quran pada Ramadan 2020.

"Alhamdulillah, Aceh masih berstatus daerah hijau Covid-19. Kita terus berdoa agar wabah corona segera diangkat oleh Allah dari bumi Indonesia khususnya," kata warga Gampong Ateuk Munjeng Kota Banda Aceh, Khairullah.

Ia menyatakan kenduri Nuzulul Quran 2020 tetap digelar meski berbeda dari Ramadan tahun lalu. Khairullah menyatakan kenduri merupakan tradisi dan kearifan lokal bagi warga Aceh Besar dan Kota Banda Aceh. Namun kali ini tradisi tersebut dijalani tanpa mengundang warga dari desa-desa tetangga karena pertimbangan pandemi Corona.

Dalam hal makanan, menu utama kenduri Nuzulul Quran ialah Kuah Beulangong yang dimasak dengan cara bergotong royong di masjid masing-masing. Kuah Beulangong merupakan kuliner yang terdiri dari daging sapi dan kambing dengan campuran aneka bumbu serta sayuran buah nangka mentah yang dimasak dalam kuali besar (beulangong). Selain buah nangka mentah, untuk sayuran pelengkap dalam masakan ada juga yang dicampur batang pisang, buah pisang kepok mentah, dan buah labu.

Kenduri Nuzulul Quran di Aceh tak hanya bermakna religius, tapi juga merupakan ajang silaturahmi antarwarga saat Ramadan. Sebab dari awal hingga akhir dari proses kenduri melibatkan seluruh warga.

"Dari awal sampai akhir dari proses kenduri ini diputuskan melalui rapat warga, termasuk soal pembiayaan untuk membeli ternak. Kemudian dari penyembelihan ternak hingga memasak juga bersama-sama masyarakat gampong," kata Khairullah yang akrab disebut Yahbit.

Pada Ramadan 2020 warga Ateuk Munjeng hanya memasak Kuah Beulangong sebanyak 26 kuali yang dibagikan merata kepada seluruh warga desa.

Selain Gampong Ateuk Munjeng, penduduk Lampoh Daya Kota Banda Aceh juga hanya menggelar buka puasa bersama dengan warga lokal tanpa mengundang masyarakat desa tetangga. Kampung mereka kerap dikenal dengan salah satu desa di ibu kota provinsi Aceh yang selalu banyak menghidangkan kuah beulangong pada setiap peringatan hari-hari besar Islam.

Kepala Desa Gampong Lampoh Daya, Sri Darmawan, menyatakan tidak ada kemeriahan pada kenduri Nuzulul Quran pada Ramadan 2020. Menurut dia, pada tahun kenduri tahun lalu warga membeli sapi dengan cara patungan dan ada juga yang menyumbang untuk hakikah anak.

Selain Kuah Beulangong, lanjut dia, tak sedikit pula warga menyumbang makanan hasil olahan rumahan dengan mengantarnya langsung ke masjid ataupun musala tempat digelar kenduri Nuzulul Quran. Namun kali ini acara buka puasa bersama keluarga besar sebagai tradisi kenduri di setiap Ramadan di Aceh jarang digelar. Begitu juga dengan buka puasa bersama di lingkungan perkantoran pemerintah, swasta, organisasi dan TNI/Polri yang biasanya kerap dilakukan.