Ngemil Sehat selama Ramadan, Begini Caranya

Reporter

Ilustrasi berhenti ngemil. Shutterstock
Ilustrasi berhenti ngemil. Shutterstock

TEMPO.CO, Jakarta - Saat Ramadan, kebiasaan ngemil pun perlu disesuaikan mengingat terbatasnya waktu makan. Namun, sebagian orang terkadang tidak bisa makan banyak saat sahur ataupun berbuka sehingga lebih berisiko akan kekurangan asupan kalori. Padahal kebutuhan kalori harian tubuh tetap sama, baik berpuasa ataupun tidak.

Mondelez Indonesia mengajak masyarakat memilih camilan secara secara bijak untuk mendapatkan kesehatan lebih seimbang selama Ramadan. Khrisma Fitriasari selaku Head of Corporate Communication Mondelez Indonesia menjelaskan pihaknya menggelar kampanye #NgemilBijak sebagai upaya agar masyarakat memilih camilan dan mengonsumsinya pada waktu yang tepat serta menikmati camilan tersebut dengan cara yang tepat pula.

“Kampanye ini sejalan dengan tujuan global dari Mondelez International, yakni ‘Empower People to Snack Right’ untuk terus menginspirasi masyarakat mengonsumsi camilan secara lebih bijak melalui produk-produknya yang ikonik, seperti biskuit Oreo, cokelat Cadbury, atau keju KRAFT,” jelasnya.

Menurutnya, orang Indonesia memang suka ngemil, bahkan 23 persen lebih banyak daripada rata-rata global, seperti diungkapkan melalui sebuah studi konsumen bertajuk ‘The State of Snacking’ yang dilakukan di Indonesia dan 11 negara lain. Selain itu, hasil studi dari Mondelez Internasional tersebut juga menjelaskan bahwa rata-rata orang Indonesia bergantung pada camilan untuk memenuhi kebutuhan mental dan emosional.

Psikolog klinis Tara De Thouars mengamini kebiasaan ngemil berlebih memang sangat rentan terjadi selama pandemi Covid-19. Hal tersebut dipicu oleh rasa bosan atau kondisi emosi tidak stabil karena perubahan kebiasaan yang mendadak, ataupun ketakutan akan pandemi itu sendiri. Cara ngemil seperti ini lebih dikenal dengan sebutan emotional eater.

“Saat tekanan emosional hadir, tubuh seolah memberikan sinyal yang mirip seperti rasa lapar. Sebenarnya, sinyal tersebut hanyalah respons terhadap perasaan yang menjadi pelarian dari emosi negatif. Jika dorongan tersebut terus diikuti, tentu tubuh akan kelebihan asupan dan tentunya akan semakin berisiko jika dilakukan secara berulang,” jelasnya.

Menurutnya, penting untuk menyadari apa yang dimakan dan mengonsumsinya dengan penuh perhatian adalah inti dari ngemil lebih bijak. Masyarakat dapat menerapkannya sehari-hari dengan tiga langkah sederhana.

Pertama, untuk mengenali isyarat tubuh mengapa ingin ngemil, misalnya apakah karena lapar ataukah perlu untuk mengembalikan suasana hati. Kedua, Anda bisa memilih camilan yang tepat berdasarkan isyarat tubuh tersebut, tentunya dengan memperhatikan porsi camilan dan waktu ketika ngemil.

Ketiga, perhatikan bagaimana Anda ngemil dengan memaksimalkan semua indera karena akan dapat mengenali isyarat tubuh, kapan harus berhenti ngemil. Oleh karenanya, sebaiknya ngemil tidak dilakukan sambil berkegiatan lain, misalnya main gawai.

Dia menambahkan ngemil lebih bijak merupakan langkah tepat untuk mendapatkan kepuasan dalam mengonsumsi camilan sehingga tidak menimbulkan penyesalan setelahnya. Hindari juga ngemil secara berlebih karena memperhatikan isyarat tubuh.

“Kegiatan ngemil sebaiknya dilakukan secara sadar agar manfaat bisa didapatkan. Makanlah secara perlahan dan nikmati setiap gigitan. Ajak seluruh indera tubuh terlibat, mulai dari memperhatikan bentuk, mencium aroma, menikmati rasa, hingga sensasi suara saat menggigit atau mengunyah camilan,” katanya.

Tara menjelaskan kebiasaan ngemil sesungguhnya bisa menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan kalori harian dan menjaga stabilitas metabolisme tubuh, asal dilakukan dengan bijak.