Pernah Kritis Hadapi Covid-19, Dokter Kulit Ini Ingatkan Kematian Lewat Lagu

Reporter

Khoirul Hadi, dokter kulit berdakwah lewat lagu. Foto: Youtube Assahlan.
Khoirul Hadi, dokter kulit berdakwah lewat lagu. Foto: Youtube Assahlan.

TEMPO.CO, Jakarta - Khoirul Hadi, seorang dokter kulit berdakwah setelah lolos dari kematian. Ia bersama bandnya, Assahlan mengingatkan kematian bisa datang kapan saja tanpa bisa dicegah siapapun karena Tuhanlah sang pemilik segala.

Lewat lagu berjudul Kembang Duka, dokter kulit itu mengingatkan, pada akhirnya, harta benda yang dikumpulkan semasa hidup tak ada artinya saat waktunya ajal. "Itulah inti utama dari lagu Kembang Duka," kata Khoirul Hadi dalam siaran pers yang diterima Tempo, Ahad, 25 April 2021. 

Video musik yang dipakai untuk menyampaikan pesan dakwahnya itu menggunakan foto-foto dirinya sendiri saat berada di ruang ICU dengan dipenuhi selang di tubuhnya. 

"Pada Desember 2020, saya terkena Covid. Saya sakit parah. Napas sesak, tidak bisa berjalan jauh. Sakit ini bukan hanya fisik tapi juga psikis. Karena setiap waktu kita melihat orang yang wafat. Kita sendiri seperti tinggal menunggu giliran,” kata Khoirul Hadi. “Alhamdullillah, ternyata Allah Swt memberi sembuh dan kesempatan kedua untuk saya bisa hidup.”

Khoirul Hadi, dokter spesialis kulit saat berjuang melawan Covid-19. Foto: Youtube Assahlan.

Saat pemulihan dari masa kritis, Khoirul mengisi waktu di rumah sakit dengan menulis puisi dan catatan pribadi. “Lagu Kembang Duka merupakan puisi pertama yang saya tulis," ujarnya. Semula, Khoirul tak terpikirkan untuk menjadikan puisi itu menjadi lagu. Ia membuatnya menjadi lagu sembari mengisi waktu. 

Dokter kulit yang bekerja di Be Hati Skin Clinic, Care & Esthetics, Solo ini terus menulis puisi hingga berjumlah puluhan. "Isinya tentang ibadah, dakwah, akhlak dan budi pekerti." Hingga kini, ia masih menyimpan catatan pribadi itu dan berencana membuat buku. Sebanyak 12 puisi yang ditulisnya, ia dijadikan lagu dengan dibantu tujuh seniman musik di Solo. 

Khoirul mengatakan, ia sendiri yang menentukan arah musik juga nuansa vokal si penyanyi. Miisalnya pada lagu Zakat dan Subuh, ia menginginkan balutan nuansa musik yang nge rock. Tapi di bagian lagu yang lain, ia menginginkan penggunaan alat musik etnik nusantara.

“Karena itu di album ini terdengar suara alat musik Sampek dari Kalimantan, ada Sasando dari NTT. Saya menginginkan album ini menjadi album religi universal, yang sama sekali tidak bernuansa gambus dan kearab-araban," ujarnya. 

 pan