Manfaatkan Ramadan, Transgender di Pakistan Buka Toko Menjahit

Jiya, 35 tahun, seorang wanita transgender dan penjahit komersial, melihat pakaian yang telah selesai dijahit di tokonya di Karachi, Pakistan 5 April 2021. REUTERS/Akhtar Soomro
Jiya, 35 tahun, seorang wanita transgender dan penjahit komersial, melihat pakaian yang telah selesai dijahit di tokonya di Karachi, Pakistan 5 April 2021. REUTERS/Akhtar Soomro

TEMPO.CO, Jakarta - Jiya, 35 tahun, seorang transgender dari Pakistan, memutuskan untuk membuka sebuah toko menjahit di pasar Karachi, yang dinamai Stitch Shop. Dia sengaja membuka toko menjahit pakaian pada Ramadan tahun ini karena secara tradisional bulan puasa dikenal sebagai bulan yang sibuk oleh umat Muslim.

Jiya mengkhususkan menerima pesanan pakaian perempuan dan transgender. Biasanya, para transgender di Pakistan cenderung membuka jasa menjahit pakaian di luar area tempat tinggal mereka. Sebab mereka waswas terhadap pengucilan di negara yang sebagian besar pemeluk Muslim.

Jiya, 35 tahun, seorang wanita transgender dan penjahit komersial, memotong kain di tokonya di Karachi, Pakistan 5 April 2021. Jiya membuka usaha menjahit bersama dengan dua wanita transgender lainnya pada bulan Maret untuk memulai Ramadan pada pertengahan April. REUTERS/Akhtar Soomro

Banyak penyewa juga ragu-ragu menyewakan tempat tinggal mereka kepada transgender. Namun beruntung Jiya bisa mendapatkan tempat di pasar Karachi. Sebelumnya pada Maret 2021, dia bersama dengan dua transgender lainnya membuka toko menjahit pakaian lainnya agar bisa melayani order selama Ramadan.

Bulan puasa secara tradisional adalah bulan yang sibuk bagi para penjahit karena banyak orang membeli baju baru, yang akan dikenakan saat Idul Fitri. Namun bagi Jiya, membuka toko jasa menjahit pakaian adalah langkah untuk memenuhi ambisinya.

Jiya, sedari kecil bersekolah di sekolah laki-laki. Di mempelajari jahit-menjahit dengan bantuan teman-temannya sesama transgender.

“Kami ingin memperluas bisnis. Kami ingin punya butik dengan rancangan timur dan barat, semua jenis pakaian,” kata Jiya, yang tak mempublikasi nama keluarganya.

Dia menceritakan sebagian besar konsumennya adalah perempuan, yang lebih memilih transgender untuk membuat pakaian mereka.         

Parlemen Pakistan mengakui gender ketiga pada 2018. Lewat pengakuan ini, maka setiap individu memiliki hak-hak dasar, seperti boleh memberikan hak suara dalam pemilu dan memilih gender (jenis kelamin) yang akan dicatat dalam dokumen negara.

Baca juga: Arkansas Larang Dokter Beri Tindakan Medis ke Remaja yang Mau Jadi Transgender

Sumber: Reuters