TEMPO.CO , Yogyakarta: Sekelompok waria di Yogyakarta turut ambil bagian dalam menjalani ibadah puasa di bulan suci Ramadan pada 2015. Selama Ramadan, sekelompok muslim transgender tersebut bertemu secara teratur di sekolah Islam Al-Fatah di pinggiran Kota Yogyakarta untuk meningkatkan iman mereka.
"Seperti jutaan umat Islam di seluruh dunia yang juga mengambil bagian dalam puasa, mereka menjauhkan diri dari makanan dan minuman di siang hari serta membaca Al-Quran," kata Stephen Suleeman, dosen di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, yang membantu mengatur program yang berkaitan dengan isu-isu LGBT.
Seperti dilansir Huffington Post pada 14 Juli 2015, para waria tersebut juga melakukan ritual "nyekar", yakni mengunjungi kuburan kerabat dan orang-orang transgender lainnya yang telah meninggal. Huffington Post menulis, ketika matahari terbenam, para waria berbuka puasa bersama sebagai sebuah keluarga di salah satu pusat suci di negara mayoritas muslim di mana tidak ada ruang untuk orang-orang dari "jenis kelamin ketiga."
Pesantren Al Fatah didirikan oleh waria bernama Maryani, untuk membantu sesama waria muslim berkumpul dan menyembah Tuhan dengan bebas. "Waria belum diterima oleh masyarakat Indonesia secara luas," kata Suleeman.
Suleeman menjelaskan kepada HuffPost lewat email, para waria kerap muncul dalam film komedi TV. "Tapi hanya sebagai penghibur. Orang belum memberi mereka status penuh sebagai sesama dengan dua jenis kelamin lainnya."
HUFFINGTON POST | YON DEMA