Hukum Puasa Ramadan Bagi Orang dalam Perjalanan Jauh

Reporter

Pengamat astronomi Palestina menggunakan teleskop untuk melihat posisi bulan yang menandai awal bulan suci puasa Ramadan di Hebron di Tepi Barat yang diduduki Israel 12 April 2021. REUTERS/Mussa Qawasma
Pengamat astronomi Palestina menggunakan teleskop untuk melihat posisi bulan yang menandai awal bulan suci puasa Ramadan di Hebron di Tepi Barat yang diduduki Israel 12 April 2021. REUTERS/Mussa Qawasma

TEMPO.CO, JakartaAgama Islam selalu mengajarkan kemudahan bagi umatnya termasuk dalam hal beribadah. Allah SWT. tidak membebankan hamba-Nya pada aturan-aturan yang terlalu ketat, meski tetap ada batasan tertentu. Begitu pula dengan ketentuan atau hukum puasa Ramadan bagi orang dalam perjalanan jauh.

Memang puasa di bulan suci Ramadan hukumnya wajib. Puasa sendiri berasal dari bahasa Arab, yakni shaum atau shiyam yang memiliki arti menahan. Sehingga puasa dapat didefinisikan sebagai kegiatan menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan mulai terbit fajar sampai tenggelamnya matahari. Beberapa hal yang dapat membatalkannya antara lain, makan dan minum. Hal itu tertuang dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 183.

Artinya, “Wahai orang-orang beriman, diwajibkan untukmu berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelummu supaya kamu bertakwa”.

Namun, kewajiban puasa dapat ditunda untuk golongan tertentu sesuai ketetapan Allah SWT. Lantas apakah orang yang sedang melakukan perjalanan jauh atau musafir mendapatkan keringanan serta boleh membatalkan puasanya?

Hukum Puasa Ramadan Bagi Orang dalam Perjalanan Jauh

Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad SAW. bersabda, “Bepergian (safar) merupakan sebagian dari siksa yang menghalangi seseorang dari makan, minum, dan tidurnya. Maka apabila telah selesai urusannya, hendaklah ia segera kembali menemui keluarganya” (HR. Bukhari).

Berdasarkan dalil tersebut, menurut situs muhammadiyah.or.id, Rasulullah SAW. meminta seorang muslim untuk mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya sebelum bepergian. Serta menjadikan perjalanan sebagai bagian dari amal saleh.

Dalam Jurnal Bidang Kajian Islam berjudul Golongan yang Mendapatkan Rukhsah dalam Ibadah Puasa dan Konsekuensi Hukumnya karya Irsyad Rafi, terdapat beberapa kelompok yang memperoleh rukhsah (keringanan) puasa Ramadan, yaitu dalam perjalanan jauh (safar), sakit, menghadapi paksaan, lupa, kebodohan, keadaan yang sulit dihindari, dan kekurangan.

Musafir (orang yang melakukan perjalanan jauh) mendapatkan keringanan untuk mengqashar sholat dan mengqadha puasa. Yakni mengganti puasa kapan pun di luar bulan Ramadan sebelum Ramadan tahun berikutnya tiba. Dalil tersebut sebagaimana tertuang dalam firman Allah SWT. Al-Baqarah ayat 185.

Artinya, “Dan barangsiapa sedang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia membatalkan dengan berbuka), maka (wajib mengganti puasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya tersebut pada hari-hari lain”. 

Selain itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan bagi seorang musafir apabila hendak membatalkan puasa. Berikut aturan-aturan yang diambil dari situs NU (Nahdlatul Ulama) Online.

  1. Menurut standar Bani Umayah, seseorang disebut musafir jika menempuh perjalanan empat burud atau setara 40-48 mil. Dalam kitab Al-Fiqh Al-Manhaji, Dr. Musthofa Al-Khin menyebut ukuran jarak sejauh 81 kilometer.
  2.   Dalam perjalanan mubah, bukan kemaksiatan.
  3. Dilakukan di malam hari dari sebelum terbit fajar dan sudah melalui batas daerah tempat tinggalnya.
  4. Jika pergi saat terbit fajar, maka tidak dianggap sebagai musafir. Sehingga diwajibkan berpuasa Ramadan.
  5. Telah bermukim di suatu daerah yang dilarang berpuasa.

Bagaimana Hukum Puasa Ramadan Jika Muntah di Tengah Perjalanan?

Mengutip dari laman NU Online Sumenep, para ulama khususnya dari kalangan Syafi’iyyah sepakat bahwa muntah yang disengaja merupakan salah satu contoh aktivitas membatalkan puasa. Meskipun tidak ada yang tertelan menurut Qaul Shahih. Namun dianggap sah apabila tidak sengaja karena tidak direncanakan. Hal tersebut mengacu pada hadits di bawah ini.

Artinya, “Barangsiapa yang sedang berpuasa dan muntah, maka tiada kewajiban mengqadha. Tapi jika sengaja muntah, maka wajib baginya qadha puasa (mengganti)” (HR. Ibnu Hibban).

Dengan demikian, hukum puasa Ramadan bagi orang dalam perjalanan jauh adalah boleh dibatalkan atau diteruskan asalkan sesuai ketentuan. Serta diwajibkan untuk mengganti sesuai jumlah hari yang ditinggalkan maupun membayar fidyah apabila tidak mampu. Wallahu a’alam bisshawab.

Pilihan editor: Kapan Batas Akhir Membayar Utang Puasa Ramadan Tahun Lalu?

NIA HEPPY | MELYNDA DWI PUSPITA