MUI Yogyakarta Tak Larang Warung Makan Buka Saat Puasa Ramadan

Warga saat membayar makanan yang dibelinya di Pasar Takjil Benhil, Jakarta, Selasa, 7 Mei 2019. Pasar takjil musiman ini selalu ramai pengunjung untuk membeli makanan dan minuman khas berbuka puasa. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Warga saat membayar makanan yang dibelinya di Pasar Takjil Benhil, Jakarta, Selasa, 7 Mei 2019. Pasar takjil musiman ini selalu ramai pengunjung untuk membeli makanan dan minuman khas berbuka puasa. TEMPO/Hilman Fathurrahman W

TEMPO.CO, Yogyakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tidak mengeluarkan imbauan larangan operasional warung makan saat bulan Ramadhan.

"Tidak ada dari kami soal larangan warung makan buka seperti biasa," kata Ketua Umum MUI DIY Machasin, Rabu, 30 Maret 2022.

MUI DIY menilai keberadaan warung-warung makan ini diperlukan bagi masyarakat yang tidak menjalankan ibadah puasa di Yogyakarta. Machasin mencontohkan sebuah kisah tentang keberadaan warung saat Ramadan yang dibutuhkan kalangan musafir.

Contohnya kisah Kiai Wahab Hasbullah yang melakukan perjalanan dari Jombang ke Jakarta. "Pada waktu itu Kiai Wahab turun di Cirebon dan hendak makan di sebuah warung tapi penjualnya malah lari karena mengira Kiai Wahab yang memakai jubah mau menggerebek," kata dia.

Lalu saat itu pemilik warung bertanya pada sang kiai soal aturan makan saat bulan puasa. Kiai Wahab, jata Machasin, saat itu menjawab bahwa makan tetap diperbolehkan bagi orang yang sedang melakukan perjalanan atau musafir.

"Boleh saja musafir makan di tengah aktivitas perjalananya," kata Machasin.

Hanya saja, Machasin mengatakan di bulan Ramadaan, para pengelola warung makan juga diharapkan tetap bisa sama-sama menjaga kenyamanan bersama ketika tak ada larangan beroperasi seperti biasa itu. "Misalnya saja, jangan membuat iming-iming berlebihan, yang sekiranya memicu mereka yang sedianya puasa jadi batal puasanya," kata dia.

Iming-iming yang dimaksud Machasin contohnya ada warung sate saat beroperasi siang hari dan hendak membakar daging, maka dapat melakukannya lebih bijaksana sehingga aktivitasnya tidak terlalu terekspos ataupun aromanya menyebar ke berbagai arah.

MUI DIY pada Ramadan ini justru mendorong agar umat tak lengah meski akhir-akhir ini pandemi Covid-19 tampak mereda di Yogyakarta. "Yang sedang sakit, batuk-batuk, bersin-bersin, suhu badan tinggi dan sebagainya kami mohon bersedia tetap tinggal di rumah, tidak ikut dalam ibadah berjamaah atau berkumpul dengan banyak orang," kata dia.

Umat muslim di Yogyakarta juga diimbau menyambut bulan Ramadan dan menggaungkan syi’ar Islam dengan memerhatikan harmoni, ketenteraman dan kenyamanan sesama warga. Karena itu, ujar Machasin, pemakaian seperti pelantang suara semestinya dilakukan dengan mengikuti aturan yang berlaku. "Kegembiraan berlebihan kami harap tidak diungkapkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang mengganggu orang lain dan membahayakan diri sendiri seperti trek-trekan (balapan) di jalan umum dan pembakaran petasan," kata dia.

Baca juga: 5 Manfaat Puasa Bagi Kesehatan Fisik dan Mental

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.