Masjid Menara Kudus, Simbol Alkulturasi dan Toleransi Tanah Air

Reporter

Warga melintas di depan Masjid Menara Kudus di Desa Kauman, Kudus, Jawa Tengah, Rabu, 6 Mei 2020. Masjid yang merupakan bangunan cagar budaya ini dibangun pada masa Sunan Kudus pada tahun 1549 Masehi yang memiliki arsitektur perpaduan budaya Islam dengan budaya Hindu. ANTARA/Yusuf Nugroho
Warga melintas di depan Masjid Menara Kudus di Desa Kauman, Kudus, Jawa Tengah, Rabu, 6 Mei 2020. Masjid yang merupakan bangunan cagar budaya ini dibangun pada masa Sunan Kudus pada tahun 1549 Masehi yang memiliki arsitektur perpaduan budaya Islam dengan budaya Hindu. ANTARA/Yusuf Nugroho

TEMPO.CO, Jakarta - Berdirinya Masjid Menara Kudus atau Masjid Kudus tidak lepas dari pengaruh penyebaran Islam yang dilakukan oleh para pedagang dari Arab maupun Gujarat. Penyebaran Islam di Indonesia dibawa langsung oleh Wali Songo, salah satunya Ja’far Shodiq atau Sunan Kudus.

Masjid Menara Kudus ini sangat berperan besar sekaligus menjadi simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Masjid yang memiliki desain unik percampuran antara corak Hindu dan Islam ini terletak di Kudus, Jawa Tengah.

Percampuran kedua corak agama tersebut tidak lepas dari kerajaan-kerajaan yang berkuasa sebelum Islam yang dibawa oleh para sunan. Selain itu, di Indonesia, khususnya Jawa, peninggalan dari kebudayaan Hindu dan Buddha masih banyak dijumpai pada saat itu seperti, candi dan pura.

Masjid yang didirikan oleh Sunan Kudus—pada 1549 masehi—ini merupakan strateginya dalam menyiarkan Islam di Jawa. Hal ini dikarenakan, sebelumnya ia meruntuhkan kerajaan Majapahit. Cara tersebut merupakan strategi agar masyarakat lokal dengan mudah menerima Islam.

Lebuh lanjut, dakwah yang digunakan Sunan Kudus selain merombak halaman Masjid Kudus dengan menambahkan corak Agama Hindu, ia juga memerintahkan masyarakat supaya tidak menyembelih lembu. Hal tersebut dilakukan karena masyarakat Hindu menganggap bahwa sapi dan lembu merupakan binatang suci.

Dari segi arsitektur, Masjid Menara Kudus ini dibangun di atas tanah seluas sekitar 5.000 persegi dan dikelilingi tembok pembatas antara masjid dan tempat pemukiman warga. Di depan masjid juga terdapat gapura paraduksa atau yang lebih sering disebut lawang kembar.

Menukil dari laman resmi Sistem Informasi Masjid Kementerian Agama atau Simas Kemenag, simas.kemenag.go.id, Menara Masjid Kudus memiliki ketinggian sekitar 18 meter dengan bagian dasar berukuran 10 x 10 m. Di sekeliling bangunan dihias dengan piring-piring bergambar yang kesemuanya berjumlah 32 buah.

Dari 32 buah lukisan tersebut dua puluh buah di antaranya berwarna biru serta berlukiskan masjid, manusia dengan unta dan pohon kurma. Sementara itu, 12 buah lainnya berwarna merah putih berlukiskan kembang.

Sedangkan untuk Menara pada masjid ini dihiasi dengan lukisan-lukisan menyerupai bukit kecil. Untuk kaki-kaki dan badan pada Menara masjid dibangun dan juga terdapat ukiran-ukiran yang bercorak Jawa-Hindu. Teknik konstruksi tradisional Jawa dapat dilihat pada bagian kepala menara yang berbentuk suatu bangunan dengan kayu jati dan dua tumpuk atap tajug.

Masjid Menara Kudus diperluas pada 1918 namun tidak meninggalkan kekhasannya tersebut. Masjid ini juga menjadi simbol alkulturasi apik yang dilakukan oleh Sunan Kudus

GERIN RIO PRANATA

Baca: Menara Masjid Sunan Kudus Miring