Takbir Mulai Bergema di Musala Tarekat Naqsabandiyah

Puluhan jemaah Tarekat Naqsabandiyah menggelar salat taraweh perdana di Musala Baitul Makmur Kecamatan Pauh Kota Padang, 4 Mei 2017. Tarekat ini menetapkan awal Ramadan 1438 Hijriah Kamis 25 Mei 2017. Andri F
Puluhan jemaah Tarekat Naqsabandiyah menggelar salat taraweh perdana di Musala Baitul Makmur Kecamatan Pauh Kota Padang, 4 Mei 2017. Tarekat ini menetapkan awal Ramadan 1438 Hijriah Kamis 25 Mei 2017. Andri F

TEMPO.CO, Padang - Gema takbir mulai berkumandang di Musala Baitul Makmur Kecamatan Pauh Kota Padang, Sumatera Barat, Jumat 23 Juni 2017 setelah salat Isya. Puluhan jemaah Tarekat Naqsabandiyah itu bersahut-sahut menyambut Hari Raya Idul Fitri 1438 Hijriah.

Tarekat Naqsabandiyah Sumatera Barat telah menetapkan Lebaran atau Hari Raya Idul Fitri 1438 Hijriah pada Sabtu 24 Juni 2017. Mereka telah berpuasa selama 30 hari sejak 25 Mei lalu. "Kami telah menetapkan 1 Syawal 1438 Hijriah berdasarkan hisab Munjid," ujar Pimpinan Tarekat Naqsabandiyah Sumatera Barat Mursyid Syafri Malin Mudo Jumat 23 Juni 2017.

Baca juga: Tarekat Naqsabandiyah Sumatera Barat Sabtu Lebaran Besok Takbiran

Kata dia, hisab Munjid telah digunakannya secara turun menurun dalam menetapkan awal bulan. Hisab ini diperkenalkan Syekh M Thaib yang diyakininya membawa ajaran ini ke Pauh Kota Padang pada awal abad 20.

Menurutnya, penghitungan huruf awal Hijriah dengan huruf Syawal dalam kalender Munjid itu dijumlahkan. "Dihitung tiga hari sejak Kamis. Jadi jatuhnya Sabtu," ujarnya.

Jemaah tarekat ini akan menggelar salat Ied di Musala Baitul Makmur Kecamatan Pauh Kota Padang. Salat ini akan dipimpin langsung Syafri. "Biasanya diikuti jemaah dari pelbagai daerah, seperti Pesisir Selatan dan Solok," ujarnya.

Sebelumnya, sejarawan dari Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Irhash A Shamad mengatakan, Tarekat Naqsyabandiah salah satu terekat tertua di Sumatera Barat. Namun, masih banyak perbedaan tentang awal masuknya tarekat ini.

Menurutnya, seorang profesor etnologi dan sejarah Hindia Belanda asal Belanda, BJO Schrieke pada 1973 menyatakan, tarekat ini disebarkan Syekh Ismail pada pertengahan abad ke-19. Schrieke menyebut, Syekh Ismail merupakan syekh Naqsyabandiah pertama di Minangkabau.

"Schrieke menerangkan tentang beberapa nama ulama yang melanjutkan penyeberan tarekat ini. Di antaranya Syekh Jalaluddin Faqih Shaqir, Cangking dan Syekh Abdul Wahab Kumpulan," ujar Dosen Sejarah Peradaban Islam UIN Imam Bonjol itu, Jumat 21 Mei 2017.

Berbeda dengan Schrike, kata dia, Azyurmardi Azra mengemukakan tarekat ini awalnya dibawa Jamaludin yang pernah belajar di Pasai. Dia melanjutkan pendididkan ke Bayt Al-Faqih, Aden, Haramayn, Mesir dan India. Kemudian pulang ke Minangkabau pada paruh pertama abad ke-17. Dia aktif menyebarkan Tarekat Naqsyabandiah di kampung halamanya ini.

"Jamaluddin adalah penulis teks fiqh Naqsyabandiah yang berujudul Lubab Al Hidayat yang didasarkan atas ajaran Ahmad Ibn' Alan Al-Shiddiqi Al-Naqsyabandi," ujarnya.

Adapun pusat tarekat Naqsyabandiah pada akhir abad 18 berada di wilayah pedalaman terletak di desa-desa pertanin yang subur. Misalnya di Limapuluh Kota, Agam dan Kabupaten Tanah Datar.

ANDRI EL FARUQI