Lupa Lapar Ikut Camp Ramadan di Kampung Horta

Editor

Elik Susanto

Sejumlah anak membuat kerajinan tanah liat untuk mengisi kegiatan ngabuburit kreatif di Kampung Horta, Ciomas Rahayu, Kabupaten Bogor. TEMPO/M. SIDIK PERMANA
Sejumlah anak membuat kerajinan tanah liat untuk mengisi kegiatan ngabuburit kreatif di Kampung Horta, Ciomas Rahayu, Kabupaten Bogor. TEMPO/M. SIDIK PERMANA

TEMPO.CO, Tangerang Selatan -Siswa bisa ngabuburit berkreasi membuat kerajinan sambil menghafal surat pendek Al-Quran. Inilah aktivitas  puluhan siswa Sekolah Dasar Islam Terpadu Al Azkar, Tangerang Selatan, Banten, mengisi hari-hari puasa Ramadan. Mereka tampak tekun membuat boneka hortikultura atau horta.

Berbekal bahan dasar stoking, serbuk gergaji, dan bibit rumput, anak-anak itu membuat boneka rumput dalam pelbagai bentuk binatang seperti anjing, kucing, dan beruang. Tak hanya membuat boneka Horta, mereka juga bermain lumpur di sawah dan naik kerbau. “Jadi, lupa lapar. Padahal kami lagi berpuasa,” tutur Arif, siswa kelas V sekolah itu, kepada Tempo, di Kampung Horta beberapa waktu lalu.

Kampung Horta merupakan sebuah kampung kecil yang terletak di Desa Ciomas Rahayu, Ciomas, Bogor. Disebut Kampung Horta karena sebagian besar ibu dan remajanya mempunyai pekerjaan sampingan sebagai perajin boneka horta yang berbahan dasar limbah serbuk gergajian kayu, bibit rumput Jepang, dan bahan dasar stoking. Dengan sedikit disiram air, dalam tempo tujuh hari bibit rumput yang ditanam di serbuk gergajian kayu itu akan tumbuh.

Pengelola Kampung Horta, Gigin Mardiansyah, mengatakan selama Ramadan siswa mengikuti pelbagai pelatihan, seperti membatik, membuat boneka horta, membikin telur asin, menyablon, menanam dengan media gel, hingga membuat kerajinan dari tanah liat. Pelbagai kegiatan positif dan kreatif itu dibungkus dalam program “Pesantren Kilat”. “Kegiatan-kegiatan itu tak akan mengganggu ibadah puasa,” tutur alumnus Jurusan Agronomi dan Hortikultura Institut Pertanian Bogor itu.

Gigin menuturkan, selama Ramadan, Kampung Horta juga memiliki program lainnya, yaitu Kampung Camp Ramadan. Selama mengikuti program Kampung Camp Ramadan, peserta akan tidur dalam tenda berbentuk kubah di sekitar area persawahan Kampung Horta selama dua hari satu malam. Selain itu, peserta akan diberi empat paket pelatihan yang dapat dipilih, seperti belajar membuat boneka horta hingga membuat kue tradisional. “Sejumlah permainan outbound, seperti flying fox dan bermain di sawah, juga bisa menjadi kegiatan ngabuburit,” tuturnya.

Untuk mengikuti program Kampung Camp Ramadan, peserta membayar Rp 250 ribu per orang. Biaya itu sudah termasuk fasilitas makanan untuk berbuka puasa dan santap sahur. Tapi, jika peserta hanya ingin mengikuti program Pesantren Kilat, biayanya Rp 20 ribu per orang. 

Program ini sudah ada di Kampung Horta sejak tahun lalu. Sejak awal Ramadan ini sudah tiga sekolah yang mengikuti program tersebut. Sedangkan Kampung Camp Ramadan baru digagas pada tahun ini. Dua program itu hanya berlangsung selama tiga pekan Ramadan.

Gigin mengungkapkan, saat Ramadan, jumlah pengunjung ke Kampung Horta biasanya menurun. Karena itulah, pria berusia 33 tahun itu menciptakan program Pesantren Kilat dan Kampung Camp Ramadan untuk tetap menarik siswa belajar di sana.

Gigin berharap, dengan dua program itu, anak-anak termotivasi untuk belajar di alam bebas dan tidak tergantung gawai. Apalagi, selama belajar di Kampung Horta, anak-anak juga diperdengarkan ayat-ayat suci Al-Quran. “Jadi, sambil bermain, mereka juga bisa mendengar dan menghafal surat-surat pendek,” tutur ayah dua anak itu.

M. SIDIK PERMANA (BOGOR) | GANGSAR PARIKESIT