Menu Ramadan Khas Yogya di Makassar? Silakan ke Pasar Mappanyukki

Editor

Dwi Arjanto

Warga berjualan takjil untuk ditawarkan ke sejumlah umat Muslim yang akan berbuka puasa di kawasan Pantai Losari Makassar, 3 Juli 2014. TEMPO/Fahmi Ali
Warga berjualan takjil untuk ditawarkan ke sejumlah umat Muslim yang akan berbuka puasa di kawasan Pantai Losari Makassar, 3 Juli 2014. TEMPO/Fahmi Ali

TEMPO.CO, Makassar - Majelis Taklim Mappanyukki berdiri sejak tahun 1980an, kemudian membentuk Pasar Takjil pada tahun 1999 di Jalan Mappayukki. Pasar Takjil Mappanyukki di Kecamatan Mariso, Makassar itu penuh dengan lapak tiap Ramadan, menjajakan aneka kue Sulawesi Selatan hingga gudeg khas Yogyakarta.

"Awalnya yang berjualan itu hanya majelis taklim, tapi seiring waktu animo masyarakat semakin tinggi. Sehingga diberikan ruang juga kepada warga lain untuk berjualan. Apalagi banyak warga yang datang memadati Pasar Takjil," ucap salah seorang penjual Karaeng Balang menjelang buka puasa, Jumat sore 2 Juni 2017.
Baca :

Ia mengatakan saat ini ada 54 orang yang berjualan di Pasar Takjil, diantaranya 24 dari majelis taklim dan 30 warga lain. Adapun kue tradisional yang dijual, Karaeng Balang menyebutkan seperti pisang ijo, kue lapis, pastel, barongko, panada, bandang lojo dan putu mayang.

Sementara makanan yakni ikan bakar, tempe serundeng, telur balado, pepes ikan, ayam goring, ikan teri, kari ayam dan sayur gudek khas Yogyakarta. "Jadi bukan hanya takjil atau makanan tradisional yang dijual disini, tapi ada juga yang modern seperti salad buah," tutur perempuan berusia 66 tahun ini.

Dia menjelaskan bahwa dirinya berjualan sejak berdirinya Pasar Takjil. Namun khusus majelis taklim tak dikenai biaya sewa tenda atau lapak, berbeda dengan orang lain dikenakan bayaran sebesar Rp 50 ribu perhari atau Rp 1,5 juta sebulan.

Menurut Karaeng Balang, warga lain yang datang berjualan berasal dari Jalan Abubakar Lambogo, Kancil, Cendrawasih dan Jalan Tanjung Bunga. "Pasar Takjil di Mappanyukki pertama di Makassar," ucap salah seorang anggota majelis taklim ini.

Simak pula : Masjid Arab di Kota Makassar Tanpa Jemaah Wanita

Selain itu, ia juga menyebutkan bahwa pedangan yang ingin berjualan di lokasi ini harus memenuhi syarat. Misalnya jajanan dibuat sendiri, tanpa bahan pengawet. "Demi menjaga kepercayaan konsumen maka kualitas jualan harus tetap terjaga," tambahnya. "Lumayanlah pemasukan saya mencapai Rp 1,5 juta perhari."

Karaeng Balang menuturkan kue yang menjadi andalannya yakni barongko karena itu juga merupakan favorit para pembeli. "Kue barongo banyak diminati pembeli, saya menjualnya seharga Rp 5.000 per biji."

Sementara Sriyanti 30 tahun mengungkapkan makanan yang dijualnya saat Ramadan di pasar takjil Mappanyukki sebelumnya dites oleh tim medis dari dinas kesehatan. Sehingga setiap makanan bisa diketahui apakah layak untuk dijual atau tidak. Ia mencontohkan pisang ijo maka pewarnanya itu berasal dari daun pandan asli. "Kalau hasil pemeriksaan dinas kesehatan menyimpulkan makanan itu tak layak dijual maka tidak dijual," tutur dia.

DIDIT HARIYADI