Masjid Arab di Kota Makassar tanpa Jemaah Wanita

Masjid Assaid yang dikenal warga dengan sebutan Mesjid Arab di Jalan Lombok Kecamatan Wajo, Kota Makassar. Tempo/Didit Haryadi
Masjid Assaid yang dikenal warga dengan sebutan Mesjid Arab di Jalan Lombok Kecamatan Wajo, Kota Makassar. Tempo/Didit Haryadi

TEMPO.CO, Makassar - Masjid Assaid atau lebih dikenal dengan sebutan Masjid Arab memiliki tradisi yang hingga kini tetap terjaga yakni tidak memiliki jemaah wanita. Masjid yang terletak di Jalan Lombok, Kelurahan Ende, Kecamatan Wajo, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, itu dibangun pada 1907.

Imam Masjid Assaid, Habib Alwy Al Bafaqih mengatakan orang lebih mengenal masjid itu dengan sebutan Masjid Arab karena yang membangun adalah bangsa Arab. Itulah sebabnya masjid ini memiliki tradisi seperti masjid-masjid kecil yang ada di Arab Saudi.

"Jemaah wanita di sini tak ada karena memang tradisi, kami juga tak mau melanggarnya. Lihat masjid-masjid kecil di Arab itu juga tak ada jemaah wanitanya, kecuali masjid bersejarah seperti Masjid Nabawi dan Masjidil Haram," ucap Habib Alwy saat ditemui seusai salah Jumat, 2 Juni 2017.

Menurut dia, saat ini sudah banyak terdapat bangunan masjid, sehingga alangkah baiknya ada masjid khusus yang tetap menjaga tradisinya. Habib Alwy juga menambahkan bahwa wanita itu harus lebih akrab dengan rumah tangga. "Tapi biasanya ada musafir wanita singgah salat di sini karena tidak tahu. Kami juga tak mau melarangnya, tapi lama kelamaan akhirnya tahu diri juga," tutur Habib Alwy.

Dia menjelaskan, masjid ini juga masih kental dengan tradisi Arab lainnya seperti ketika memperingati hari besar Islam yakni Maulid Nabi. Bahkan, nuansa masjid Timur Tengah tampak jelas pada bulan suci Ramadan, yakni tradisi jemaah yang menggelar zikir dan melantunkan pujian-pujian kepada Nabi Muhammad sebelum dan sesudah salat tarawih. "Jadi masjid ini tidak sama dengan masjid lainnya yang langsung salat tarawih," tutur Habib Alwy.

Lebih jauh ia menjelaskan filosofi dari arsitektur Masjid As'said tersebut. Masjid itu memiliki sembilan pintu. Menurut Habib Alwy, angka 9 merupakan yang bilangan tertinggi dan ganjil sehingga disukai oleh Allah. Kemudian secara fiqih, sengaja pintu masjid diperlebar dan berdekatan agar jemaah saling berkesinambungan yang di dalam dan di luar. "Kita menganut mazhab Imam Syafii," tambahnya.

Habib Alwy mengungkapkan awalnya bangunan masjid ini tingkat dua karena lantai atas digunakan oleh jemaah haji dari Maluku yang transit di Makassar. Namun pada 18 tahun silam, dilakukan perombakan dan dikembalikan ke bentuk aslinya. Menurut dia, masyarakat sangat merespons hal tersebut. Bahkan jemaah yang datang salat ada dari Perumahan BTP Tamalanrea, Parangtambung, serta Kabupaten Gowa. "Ada juga orang Malaysia dan Australia datang ke sini berwisata."

Masjid Assaid ini menampung sekitar 750 orang, dengan luas bangunan 18 x 22 meter persegi. Yang dibangun oleh Habib Hasan bin Muhammad Asshofiq dan tokoh-tokoh keturunan arab lainnya. Sebagai imam pertama masjid ini adalah Habib Ali bin Abdurrahman Shihab. Nama Assaid ini artinya kebahagiaan. Masjid Assaid juga sudah ditetapkan sebagai salah satu bangunan cagar budaya.

Salah seorang jemaah, Zainuddin, mengutarakan dirinya senang salat berjemaah di Masjid Assaid karena memiliki tradisi khas Timur Tengah. Apalagi, lanjut dia, suasana masjid juga tenang selama menjalankan ibadah. "Saya jemaah tetap disini dan senang dengan suasana masjid ini," kata pria berusia 47 tahun ini.

DIDIT HARIYADI