Napi Korupsi di Rutan Cipinang Tak Dapat Remisi, Alasannya?  

Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik saat menjalani sidang dengan agenda pembacaan amar putusan atas dirinya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 9 Februari 2016. Jero Wacik divonis empat tahun penjara ditambah denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan dan uang pengganti sejumlah Rp 5,073 miliar subsider 1 tahun kurungan. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik saat menjalani sidang dengan agenda pembacaan amar putusan atas dirinya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 9 Februari 2016. Jero Wacik divonis empat tahun penjara ditambah denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan dan uang pengganti sejumlah Rp 5,073 miliar subsider 1 tahun kurungan. TEMPO/Eko Siswono Toyudho

TEMPO.CO, Jakarta - Narapidana kasus korupsi yang menghuni Rumah Tahanan Negara Kelas I Cipinang tidak mendapatkan pengurangan masa pidana pada Hari Raya Idul Fitri 1437 Hijriah. "Napi korupsi tidak ada yang dapat remisi," kata Kepala Rutan Klas I Cipinang Asep Sutandar saat ditemui di kantornya, Jakarta Timur, Selasa, 5 Juli 2016.

Asep mengatakan ada 31 orang napi kasus korupsi yang menghuni Rutan Cipinang. Selain itu, ada 42 tahanan. Kasus mereka ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dan kejaksaan. Salah satu napi KPK di Rutan Cipinang adalah mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik.

Ia mengatakan sebenarnya napi korupsi juga diusulkan mendapat remisi. "Dari jumlah tersebut, belum ada yang memenuhi syarat," ujarnya.

Asep menuturkan salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah justice collaborator alias pelaku bekerja sama dengan penegak hukum mengungkap kasus yang sedang dijalaninya. Menurut dia, rata-rata tahanan di Cipinang tidak mendapatkan izin justice collaborator saat mereka mengajukannya kepada penyidik.

Selain itu, Asep menambahkan, ada Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, yakni usulan remisi harus sampai ke Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

REZKI ALVIONITASARI