Ini Alasan Pemerintah Gelar Sidang Isbat Hari Ini

Editor

Zed abidien

Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, bersama Ketum MUI, Din Syamsuddin (kanan), dan Wakil ketua MUI Ma'ruf Amin (kiri), dalam konferensi di Gedung Kementerian Agama, Jakarta, 16 Juni 2015. Pemerintah melalui sidang Isbat menetapkan awal puasa Ramadhan 1436 Hijriyah pada hari Kamis 18 Juni. TEMPO/Imam Sukamto
Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, bersama Ketum MUI, Din Syamsuddin (kanan), dan Wakil ketua MUI Ma'ruf Amin (kiri), dalam konferensi di Gedung Kementerian Agama, Jakarta, 16 Juni 2015. Pemerintah melalui sidang Isbat menetapkan awal puasa Ramadhan 1436 Hijriyah pada hari Kamis 18 Juni. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akan menggelar sidang isbat untuk menentukan Idul Fitri hari ini, Senin, 4 Juli 2016. Juru bicara Kementerian Agama Rosidin Karidi mengatakan sidang ini dilaksanakan dua hari sebelum lebaran agar persiapan lebih panjang. "Khawatir kalau dilakukan Selasa terlalu mepet," kata dia saat dihubungi Tempo, Senin, 4 Juli 2016.

Rosidin mengatakan langkah ini dilakukan karena untuk berjaga-jaga 1 Syawal jatuh esok hari. Jika Syawal jatuh pada hari Selasa, dikhawatirkan pengumpulan zakat fitrah akan tergesa-gesa. Namun, jika sampai nanti sore ternyata hilal belum tampak atau sudah tampak tapi derajatnya kurang dari 2 derajat, maka otomatis hari raya Idul Fitri jatuh pada hari Rabu, 6 Juli 2016. "Tidak perlu sidang lagi," ucap Rosidin.

Pemantauan hilal akan mulai dilaksanakan nanti sore di 91 titik dari Sabang sampai Merauke. Selanjutnya, seluruh keterangan saksi yang melihat hilal akan dibawa ke sidang isbat malam harinya.

Rosidin menuturkan kementeriannya bakal melibatkan beberapa pihak dalam sidang isbat tersebut. Seperti ahli astronomi, ahli falak, beberapa pemimpin masjid, duta besar negara sahabat atau perwakilan, dan tim pengamat hisab dari Kementerian Agama. "Sidangnya berlangsung tertutup," katanya.

Pemerintah melalui Kementerian Agama menggunakan metode penghitungan astronomi (hisab) dan melihat bulan atau rukyat dalam menetapkan 1 Syawal atau Idul Fitri 1437 Hijriah/2016 Masehi.

"Sesuai fatwa Majelis Ulama Indonesia, kami menggunakan hisab dan rukyat," kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin lewat keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Sabtu, 2 Juli 2016.

Menurut Lukman, merujuk pada Fatwa MUI Nomor 2 tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal dan Dzulhijjah, penetapan tersebut dilakukan berdasarkan metode hisab dan rukyat oleh pemerintah yang berlaku secara nasional.

"Selama ini, pemerintah Indonesia mengikuti fatwa MUI yang lahir tahun 2004. Di situ dinyatakan pemerintah mendapatkan kewenangan untuk menetapkan dengan dua metode, yaitu hisab dan rukyat. Dua-duanya digunakan," kata Menteri Agama Lukman Hakim seperti dikutip dari Antara.

Hisab, kata dia, menjadi cara untuk memastikan posisi hilal, sementara rukyat untuk konfirmasi.
Kementerian Agama telah mempersiapkan petugas di beberapa titik pemantauan untuk melihat hilal di seluruh Indonesia. Petugas, kata Lukman, sudah terbiasa dan memiliki kualifikasi untuk melakukan pemantauan hilal. Mereka juga disumpah kesaksiannya, apakah melihat atau tidak melihat hilal.

MAYA AYU PUSPITASARI