Menikmati Sate Maranggi di Pinggir Hutan Jati  

Editor

Nur Haryanto

Bakar sate. ANTARA/SYAIFUL ARIF
Bakar sate. ANTARA/SYAIFUL ARIF

TEMPO.CO, Purwakarta - Puluhan kursi panjang berderet di sebuah tanah luas di pinggir hutan jati di jalan raya Bungursari, Purwakarta, Jawa Barat. Menjelang petang, Senin lalu, ratusan orang singgah ke rumah makan yang menjual sate khas Tanah Priangan ini untuk santapan berbuka puasa.

Aroma khas sate maranggi yang tengah dibakar menggoda para pengemudi yang melewati jalur mudik alternatif tengah Jawa Barat. Pada umumnya, pengemudi dari Bandung yang akan ke Jakarta atau pemudik yang menuju ke arah Cirebon dan Jawa Tengah menyempatkan diri untuk mencicipi sate maranggi yang rumah makannya terletak di pinggiran hutan jati itu.

Lokasinya yang terbuka, lahan parkir luas, dan suasana teduh karena rindangnya pohon menjadi sensasi unik bagi pengunjung yang ingin menikmati sate maranggi ala Bu Yetty. Sebelum magrib, kursi pengunjungnya sudah habis dipesan.

Bagi pengunjung yang baru datang dan tidak kebagian tempat duduk, terpaksa menggelar tikar di lahan parkir. "Resep sate maranggi saya buat sejak tahun 1990-an dan alhamdulillah bertahan hingga sekarang, masih di tempat yang sama," kata pemilik sate maranggi Cibungur, Yetty Ahdiyat, kepada Tempo.

Sate maranggi khas Priangan memiliki cita rasa yang berbeda dengan sate Madura. Sementara pada umumnya sate disajikan dengan bumbu kacang, sate Maranggi dilengkapi dengan bumbu kecap yang menggiurkan. Racikan cabai rawit hijau, bawang merah, bumbu, dan tomatnya menyisakan rasa unik di lidah. Paduan rasa gurih, manis, pedas, dan asam menjadi satu ketika sate yang telah dibakar itu dicocol ke bumbu kecapnya.

Untuk melayani para pelanggannya, setiap hari Yetty menghabiskan 3-5 kuintal daging sapi. Bahkan, jika musim liburan, seperti tahun baru dan Lebaran, perempuan berjilbab ini memborong daging hingga 1 ton.

Dia mengerahkan sekitar 150 orang karyawannya untuk mengerjakan tugasnya masing-masing, dari yang memasak nasi, memotong daging, membakar sate, membuat sambal, cuci piring, dan lain-lain. Dengan pegawai yang cukup banyak, pelanggan hanya menunggu lima menit hingga sate dihidangkan.

Melahap sate maranggi lebih afdal jika ditemani dengan es kelapa khas Bungursari. Es kelapa ini adalah minuman segar yang terkenal di Purwakarta. Es kelapa yang sudah ada sejak 1975 itu, menurut Yetty, cocok untuk menetralkan lemak daging yang kita makan.

Saking terkenalnya sate maranggi di kalangan pencinta kuliner, restoran sederhana di pinggir hutan Jati itu kerap didatangi artis Ibu Kota dan pejabat-pejabat, seperti Aburizal Bakri, Kepala Polri Timur Pradopo, Raffi Ahad, Rossa, Nurul Arifin, Dede Yusuf, dan lainnya.

Santi Tasti Muriyanti adalah salah seorang pelanggan setianya. "Dagingnya empuk dan gurih, tidak lama nunggu. Sambalnya juga bikin ketagihan, tidak bikin enek," kata Santi yang datang dengan teman-temannya untuk buka puasa bersama.

Sate maranggi ini dijual Rp 3.000 per tusuknya, ditambah nasi Rp 5.000, dan es kelapa seharga Rp 12 ribu. Seporsi penganan ala Tanah Priangan itu cukup untuk mengisi perut yang kosong setelah seharian berpuasa, atau sebagai pengganjal lapar bagi para pemudik yang melewati jalur tengah Jawa Barat.

RISANTI



Topik terhangat:

Ahok vs Lulung
| Anggita Sari | Bisnis Yusuf Mansur | Kursi Panas Kapolri

Berita lainnya:
Ahok Hadapi Preman, Prabowo Pasang Badan
Ahmadiyah: Moeldoko Terlibat Operasi Sajadah 2011

Penerobos Portal Busway Bukan Anak Jenderal

Nazaruddin Janji Ungkap Kasus yang Lebih Besar