Kolom Ramadan: Salat Jumat Dua Kloter

Umat Muslim melakukan salat Jumat di tengah busana yang dipajang di kios-kios di pasar Tanah Abang, Jakarta, 2 Juni 2017. REUTERS
Umat Muslim melakukan salat Jumat di tengah busana yang dipajang di kios-kios di pasar Tanah Abang, Jakarta, 2 Juni 2017. REUTERS

Wahyu Muryadi
Wartawan Tempo

Pengumuman yang tercantum pada secarik kertas putih yang ditempel dengan selotip di pintu bangunan “masjid” di Manhattan, New York, Amerika Serikat, pada Jumat kedua Ramadan itu sungguh menarik. There are 2 jamaat for the Friday Jum’ah, dan seterusnya, disertai keterangan jatah waktu dalam salat Jumat dua gelombang itu.

Salat Jumat dua gelombang? Asyik, saya memilih kloter kedua. Kapan lagi bisa Jumatan di kota pusat kapitalisme dunia, sekaligus ingin tahu interior bangunan yang disebut masjid itu. Jangan bayangkan ada menara dan kubah, kecuali di Masjid Islamic Cultural Center atau Masjid Al-Hikmah di Queens, yang menjadi favorit orang Indonesia. Tapi “masjid” Islamic Society of Mid Manhattan (ISMM) ini hanyalah gedung tua berlantai tiga.

Saya antre bersama puluhan anggota jemaah lain yang bergerombol di dekat resto kebab Omar—pada siang hari tetap buka dan ramainya minta ampun. Mereka berasal dari Asia Selatan, Timur Tengah, Afrika, dan negeri bekas Uni Soviet. Saya pilih salat di sini karena letaknya di 55th Street yang tak jauh dari hotel saya menginap di Lexington Avenue selama mengikuti Konferensi Laut di Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Lantai “masjid” ISMM ditutup karpet merah yang membuat saya bersin-bersin. Kotak infaknya dari plastik bekas tempat perkakas yang diedarkan dari tangan ke tangan seperti di Tanah Air. Khatib berpesan tentang perlunya kami semua bersyukur atas semua nikmat dan karunia yang diberikan Allah SWT. Karena itu, jangan lupa menyucikan harta melalui zakat yang kategorinya bermacam-macam. Khotbahnya lama dan rada bertele-tele.

Jumatan dua kloter ini rasanya belum pernah terjadi dan tak sempat dibahas hukumnya sejak zaman Rasulullah SAW. Umumnya ulama kini berpendapat tidak boleh menegakkan dua kali Jumat dalam satu masjid yang sama. Tapi dikecualikan jika ada udzur syar’i, halangan yang bisa dibenarkan hukum. Misalnya, masjid sedikit dan sesak, sehingga tak mampu menampung umat yang membeludak. Atau lantaran hal-hal lain yang membolehkan dilaksanakan Jumatan kedua.

Majelis Ulama Indonesia Pusat memilih pendapat yang ketat. Fatwa MUI yang diputuskan di Jakarta pada 28 Juli 2000 menyatakan bahwa Jumatan dua gelombang di tempat yang sama pada waktu berbeda hukumnya tidak sah. Tetap saja tak sah meskipun terdapat udzur syar’i. Bagi yang tak bisa memenuhi Jumatan sekali saja ini tetap wajib salat zuhur.

Dalam konteks Indonesia, fatwa ini memang patut dijadikan acuan: masjid banyak, tak ada alasan membikin dua kloter. Bagaimana jika di negeri yang masjidnya terbatas, sementara antrean umatnya mengular? Kalaupun jemaah meluber di jalanan, hal itu bisa dianggap mengganggu ketertiban umum. Duh, tampaknya Jumatan saya di Manhattan itu, kalau menurut fatwa MUI, setidaknya diganjar senilai salat zuhur.

Tak apalah, saya hanya teringat sabda kondang Kanjeng Nabi yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim: yassiru wala tu’assiru, bassiru wala tunaffiru. Maknanya lebih-kurang begini: permudahlah, jangan kau persulit, gembirakanlah jangan (agama) membuat mereka lari. Bukan berarti mau enaknya saja, atau semau gue. Kebetulan saya malas membawa kalkulator dalam urusan ibadah. Terserah Gusti Allah.

***

Catatan:
Artikel ini diambil dari tulisan kolom pada Edisi Khusus Ramadan Koran Tempo yang terbit Jumat, 16 Juni 2017.