Ramadan di Qatar: Konflik Hubungan Diplomatik sampai Nasi Mandy

Keluarga Euneke Verawati dan  Al Fadjri, WNI yang tinggal di Qatar. Foto: Euneke Verawati
Keluarga Euneke Verawati dan Al Fadjri, WNI yang tinggal di Qatar. Foto: Euneke Verawati

TEMPO.CO, Al Wakrah,Qatar - Ramadan di negeri orang, tentu berbeda dengan yang dirasakan di kampung halaman. Lima tahun sudah Euneka Verawati, 38 tahun, tinggal di Qatar. Negeri yang pekan lalu mendapat pemutusan hubungan diplomatik beberapa negara di Kawasan Teluk yang dimotori Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab dan Bahrain.

Ia dan dua buah hatinya, Aleena (9,5 tahun) dan Andien (7,5 tahun) menjalani masa-masa Ramadan di Qatar sejak 2012, saat Al Fadjri suaminya mendapat pekerjaan sebagai External Warehouse Specialist di Qapco (Qatar Petrochemical Company) perusahaan yang memperoduksi LDPE (Low Density Polyethyle). Mereka tinggal di Al Wakrah, sekitar 30 menit berkendara dari ibu kota Qatar, Doha.

Baca juga:

Kisah WNI di Qatar, Pasca Putus Hubungan Diplomatik Negara Teluk

“Saya baru merasakan dua kali puasa di Qatar walaupun tidak penuh,  karena pertengahan bulan puasa biasanya kami sudah mudik ke Jakarta,” kata Euneke Verawati atau akrab disapa Keke, mengisahkan.

Menurut Keke, tentu terasa perbedaannya melaksanakan ibadah di Qatar dan Indonesia. Misalkan, Ramadan tahun ini pas musim panas atau summer. “Saat ini di Qatar sedang musim summer, suhu mencapai 45 derajat celcius, bahkan tahun lalu sampai 48 derajat celcius,” kata Vera. Sangat panas, memang, tapi tidak lembab karena bukan di daerah tropis. “Jadi tidak keringatan juga,” ujarnya.

Ia menceritakan, suasana Ramadan di Qatar sangat mendukungnya menjalankan ibadah puasa. Bahkan, di Qatar tiap Ramadan harga-harga kebutuhan pokok mendapat diskon yang cukup besar.

Tak hanya itu, jam kerja di bulan Ramadan pun lebih singkat dari biasanya tapi gaji tetap dibayar penuh. “Di sini para pekerja, termasuk suami saya, hanya bekerja lima jam,” kata dia.

Berkumpul dan berbuka bersama pun kerap dilakukan dengan sesama WNI yang bekerja di Qatar. “Belum lama ini saya berbuka dengan teman-teman yang anak-anaknya satu sekolah dengan anak saya, bahkan pulang sampai pukul 23.00 (waktu setempat) keadaan aman saja. Biasanya di musim summer, lebih banyak aktivitas dilakukan pada malam hari oleh warga Qatar,” katanya, menceritakan.
 
Mengenai kondisi Qatar yang pekan lalu diputuskan hubungan dipolomatik oleh beberapa negara di Kawasan Teluk, dan diisukan krisis bahan pangan, air bersih, adanya jam malam dan keamanan, tapi menurut Keke tidak semencekam itu keadaannya. “Aktivitas saya, suami dan anak-anak normal seperti sebelumnya, bekerja maupun mengantar anak-anak sekolah tidak ada yang berubah. Semuanya aman dan terkendali,” kata dia.

Kebutuhan pokok makanan pun dengan mudah ia dapatkan di beberapa hypermarket di Qatar, mulai Hypermarket Lulu, Carrefour, Grandmart. “Stok makanan di hypermarket di Qatar tidak berkurang, memang kemarin sempat habis karena diserbu pengunjung khususnya yang diimpor dari Arab Saudi seperti susu dan daging ayam, tapi sekarang sudah normal kembali,” katanya.

Keke mengisahkan pula, di Qatar makanan saat Ramadan tak jauh beda dengan di Arab Saudi antara lain kurma, laban atau semacam yoghurt dan Nasi Mandy.  Nah, yang disebut Nasi Mandy ini adalah nasi dengan daging kambing atau ayam di atasnya, kemudian dimakan bersama-sama dalam loyang besar.

S. DIAN ANDRYANTO