Bazar Ramadan: Masjid Makmur, Pedagang Untung

Umat muslim melintas di antara lapak pedagang usai melaksanakan salat Jumat pertama pada bulan Ramadan 1438 H di kawasan Masjid Sunan Ampel, Surabaya, 2 Juni 2017. ANTARA/Zabur Karuru
Umat muslim melintas di antara lapak pedagang usai melaksanakan salat Jumat pertama pada bulan Ramadan 1438 H di kawasan Masjid Sunan Ampel, Surabaya, 2 Juni 2017. ANTARA/Zabur Karuru

TEMPO.CO, Makassar - Halaman Masjid Al-Markaz, Makassar, bersalin rupa selama Ramadan. Area yang biasanya lengang itu kini diramaikan kehadiran ratusan lapak pedagang. Produk pakaian, perhiasan, dan makanan menjadi barang yang paling banyak dijual di pasar kaget ini.

Pasar dadakan di Al-Markaz bukanlah pasar liar. Pengurus masjid sengaja membebankan biaya sewa area halaman kepada para pedagang untuk menambah pemasukan untuk biaya operasional masjid. Tak tanggung-tanggung, Masjid Al-Markaz mendapatkan pemasukan hingga Rp 1,2 miliar.

Ketua Badan Pengurus Harian (BPH) Ekonomi dan Keuangan Yayasan Islamic Center Al-Markaz Al Islami, Nadjamuddin Madjied, mengatakan pasar Ramadan di halaman masjid itu dibuka untuk turut meramaikan bulan suci. “Selain itu, kami ingin melayani kebutuhan warga dan jemaah yang berkunjung,” kata dia kepada Tempo, Rabu, 31 Mei 2017 lalu.

Sebanyak 422 lapak berukuran 2 x 2 meter persegi yang dibangun semipermanen di halaman masjid harga sewanya Rp 3 juta untuk masa pakai sebulan. Madjied mengatakan biasanya pemasukan dari sewa lapak pedagang ini akan menjadi pemasukan terbesar, atau separuh, dari total pemasukan masjid sepanjang Ramadan. “Permintaannya sangat tinggi.”

Keberadaan pasar dadakan selama Ramadan di Al-Markaz bisa dibilang sudah jadi tradisi. Mulanya, para pedagang berjualan tanpa izin di sepanjang teras masjid. Jumlahnya mencapai 400 orang. “Ketua Yayasan Masjid Al-Markaz, Bapak Jusuf Kalla, meminta pedagang direlokasi ke depan dan dibuatkan tenda supaya lebih rapi dan bersih,” ujarnya.

Karena berjualan di Al-Markaz selalu menguntungkan, para pedagang rutin berjualan setiap Ramadan. Apalagi, Nadjamuddin melanjutkan, pengurus masjid juga tak pernah mengintervensi jenis barang yang dijajakan.

Salah seorang pedagang, Hamka, 36 tahun, mengatakan dia mulai berjualan di Al-Markaz setiap Ramadan sejak empat tahun lalu. Sehari-hari Hamka mengaku berjualan di lapak miliknya di Pasar Sentral Makassar. Namun dia tetap membuka lapak di Al-Markaz saat Ramadan karena lebih ramai. “Saya tidak mau ketinggalan,” kata pedagang baju koko itu. Ramainya pasar di Al-Markaz, kata Hamka, terlihat dari keuntungan penjualan yang bisa mencapai Rp 1 juta hanya dalam waktu semalam. Penjualan akan semakin meningkat menjelang Lebaran.

Keramaian serupa terlihat di Masjid Raya An-Nur, Pekanbaru. Pengurus masjid menyediakan 40 lapak di halaman masjid untuk bazar Ramadan selama 25 hari. Ketua panitia bazar, Mahmud, mengatakan harga sewa lapak bazar Rp 1,5 juta. Di pasar itu, panitia menerapkan aturan ketat. “Tidak boleh ada transaksi saat waktu salat. Pedagang dan pembeli harus ikut salat berjemaah dulu, baru boleh kembali berjualan,” kata dia.

Pasar kaget tersebut biasanya ramai menjelang sore hingga malam hari. Namun ada juga pedagang yang berjualan dari pagi, yakni mereka yang menjajakan busana muslim dan aksesori seperti jilbab dan kopiah. Penjual makanan dan minuman hanya boleh berjualan pada sore hari untuk melayani keperluan berbuka puasa.

Seorang penjual aksesori busana muslim, Fahrurrozi, 36 tahun, mengatakan penjualan selama bazar Ramadan di Masjid An-Nur cukup tinggi sejak hari pertama puasa. Pada hari biasa, omzet penjualannya mencapai Rp 500 ribu dan mencapai puncaknya saat akhir pekan. "Penjualan lumayan tinggi, bisa sampai Rp 2 juta satu hari. Pembeli ramai biasanya hari Jumat sampai Minggu," ujarnya.

Seorang pengunjung, Haidir Tanjung, mengatakan bazar Ramadan di Masjid An-Nur dimanfaatkannya untuk berbelanja sambil menghabiskan waktu menjelang berbuka. "Sekalian mencari baju raya buat Lebaran," kata dia.

DIDIT HARIYADI (MAKASSAR) | ANTARA