Puasa di Eropa Bisa Sampai 21 Jam, Umat Muslim Punya Kiat Khusus

Ilustrasi Ramadhan. Robertus Pudyanto/Getty Images
Ilustrasi Ramadhan. Robertus Pudyanto/Getty Images

TEMPO.CO, London- Ramadan 1438 Hijriah akan tiba dalam beberapa hari lagi. Di bulan ini, seluruh umat Islam diwajibkan berpuasa menahan lapar dan haus sejak terbit fajar hingga tenggelamnya matahari. Bila masyarakat di Indonesia biasa berpuasa sekitar 13 jam, namun belahan dunia lain puasa bisa dijalani lebih lama bahkan hingga 21 jam.

Setidaknya hal itu dirasakan oleh Kosar Mahmoodi, 26 tahun, penduduk Dubai yang kini tinggal Finlandia sejak 1994. Menahan lapar dan haus selama 21 jam 13 menit ditambah harus bekerja selama delapan jam sehari menjadi tantangan tersendiri. "Saya tinggal di Turku, Finlandia Selatan, jadi saya dianggap beruntung. Di bagian lain Finlandia, matahari tidak terbenam di musim panas," kata Mahmoodi dilansir dari Khaleejtimes, Sabtu, 20 Mei 2017.

Agar kuat berpuasa dan tetap menjalani aktivitas seperti biasa, menurut Mahmoodi, kuncinya ada di pola pikir. Saat berbuka ia hanya makan sedikit sekedar menjaga kadar gula darahnya. "Saya tidak mengatakan itu adalah sepotong kue, tapi orang khawatir tentang puasa terlalu lama. Jika kita fokus pada tujuan kita berpuasa, kita akan menemukan pengalaman yang bermakna," ucapnya.

Sepanjang Ramadan, Mahmoodi juga mengatur aktivitasnya. Setelah berbuka puasa ia segera bergegas untuk salat Tarawih sekitar satu jam. Setelah itu ia kembali ke rumah untuk makan sahur. Adapun di siang hari Mahmoodi menghabiskan waktunya berdiskusi tentang agama di Pusat Pemuda Muslim setempat. Ceramah singkat dan kegiatan seru lainnya sebelum dapat membantunya meluangkan waktu menunggu Magrib.

Lain Mahmoodi, lain Hanan Auzam. Hanan harus berpuasa selama 17 jam di Kanada. Di negara ini ia harus siap menahan godaan dari makanan yang selalu ada dan rutin menjelaskan kepada rekan-rekannya kenapa ia berpuasa.

Untuk mengatasinya rasa lapar, ia mencoba mengalihkan pikirannya dengan cara berkebun, merenovasi rumah atau ikut pengajian di sore hari. Sedangkan makanan yang ia konsumsi saat sahur adalah makanan yang kaya protein dan potassium. “Bisa berupa telur, gandum, sup sayuran, Manakeesh, pisang utuh dan air untuk tetap terhidrasi," kata wanita yang telah tinggal di Kanada selama 17 tahun ini.

"Kami menikmati bulan suci. Ketenangan rohani yang kami rasakan dan terus menerus mengingat berkah Tuhan membuat pengalaman itu menjadi menyenangkan," kata Auzam.

Tetap beraktivitas sambil menahan lapar dalam waktu lama membuat masyarakat di sekitar mereka penasaran dan kerap bertanya. “Pertanyaan yang selalu saya dapatkan adalah ‘kamu tidak bisa minum air? Bahkan untuk air yang jernih?'" kata Mahmoodi.

Sementara itu, Auzam menuturkan umat Islam di Kanada selalu memberi penjelasan tentang Islam terhadap nonmuslim saat Ramadan. "Kami harus menunjukkan kepada mereka bahwa puasa tidak sulit dan memberi kesempatan untuk refleksi spiritual,” ujarnya.

Hal ini mendorong nonmuslim di Kanada yang penasaran untuk mencoba berpuasa. Menurut Auzam, hal ini menunjukkan Muslim semakin diterima di Kanada. Bahkan kalangan nonmuslim Kanada ini juga mengajarkan tentang Ramadan ke nonmuslim lainnya.

AHMAD FAIZ | KHALEEJTIMES