TEMPO.CO, Jakarta - Hari raya Idul Fitri hampir tiba. Tunjangan hari raya pun sudah di tangan. Catatan belanja ini-itu sudah runut tertulis. Tidak mesti di atas kertas, melainkan di dalam otak. Dalam otak siapa? Siapa lagi kalau bukan wanita, terutama kaum ibu.
“Anggaran yang dikeluarkan bisa sangat luar biasa,” buka Anggia Chrisanti, konselor dan terapis di Biro Konsultasi Psikologi Westaria.
“Tidak hanya terjadi di kota besar, tidak hanya untuk orang berada, mereka yang masih kekurangan pun biasanya tetap memaksakan belanja. Tak jarang ada yang sampai menggadaikan sesuatu atau berutang sana-sini,” katanya.
Sebetulnya, apa harus seperti itu? Lima hal yang diungkap Anggia berikut ini bisa menjadi bahan renungan kita semua.
1. Menyambut Hari Kemenangan
Selayaknya, setiap muslim bersukacita menyambut Lebaran. Apalagi hari raya Idul Fitri seperti punya kekhasan sehingga wajib dirayakan, karena sebulan penuh sebelumnya sudah harus menahan segala hawa nafsu. Idul Fitri bahkan disebut hari kemenangan, sehingga “wajar” saat semua merasa berhak, bahkan wajib, merayakannya.
Tip: Sebaiknya sebagai individu dewasa—juga demi memberi pelajaran kepada anak-anak—agar menyambut Lebaran dengan cara introspeksi diri dan bertanya “seberapa layak” merayakan diri hari kemenangan yang akan datang.
2. Tradisi Lebaran
Di setiap negara, tradisinya berbeda-beda. Di Indonesia, tradisi mudik menjadi nomor satu. Opor ayam dan ketupat wajib ada. Lengkap dengan nastar dan kue kering lainnya yang menambah meriah suasana. Belum lagi bagi-bagi THR untuk sanak saudara, terutama untuk anak yang masih kecil-kecil yang berhasil menamatkan puasanya.
Tip: Hari kemenangan patut dirayakan, namun harus diingat agar jangan berlebihan. Apalagi sampai menggadai, berhutang, dan menghalalkan segala cara lainnya. Tentu tidak seorang pun ingin berkah Ramadan terhapus dosa sehari karena telah menjadi manusia yang berlebih-lebihan.
3. Belanja Baju Baru
Kebiasaan belanja baju baru dan memakai baju baru setiap Lebaran tidak terelakkan. “Ini hal yang lucu, karena hakikatnya, merayakan hari kemenangan sepatutnya dengan pakaian terbaik. Bukan berarti harus baru, apalagi mahal,” ujar Anggia. Lebih lucu lagi karena awalnya tradisi “beli-beli” ini lebih sebagai hadiah kepada anak-anak yang tamat puasanya. Tapi sekarang, orang tuanya pun ikut berbelanja baju baru.
Tip: Jika anggarannya memang ada, silakan. Namun alangkah lebih baik untuk tidak membeli jika masih punya pakaian bagus dan layak pakai. Memiliki hati yang baru jauh lebih penting.
4. Menyesal Tak Pernah di Awal
Tentu tidak mudah menahan godaan belanja, apalagi sale menyambut Lebaran ada di mana-mana. “Emosi jiwa sering membuat seseorang tidak mampu memilah dan menahan, mana yang perlu dan butuh dan mana yang hanya keinginan. Kalau sampai kalah logika, bisa-bisa uang habis begitu saja,” ujar Anggia.
Tip: Kalau memang nekat, ada baiknya ajak seseorang yang bisa mengerem Anda. Boleh saja terbawa suasana untuk membeli satu atau dua, tapi pastikan hanya membeli yang memang perlu, minimal cukup berharga. Hal lain yang bisa dilakukan, tentukan batasan berapa banyak yang bisa dihabiskan. Bawa uang sesuai dengan batas yang ditentukan tersebut. Jangan bawa ATM apalagi kartu kredit, kecuali mau merasakan penyesalan.
5. Jika Masih Punya Rezeki Lebih …
Banyak di antara kita yang memang berlebihan dari segi rezeki, bahkan terbilang melimpah. “Jika semua kebutuhan telah terpenuhi, sekali lagi, jangan mengikuti keinginan (hawa nafsu) untuk menambah dan membeli barang yang bahkan tidak kita butuhkan,” kata Anggia.
Tip: Akan sangat mulia jika uang yang berlebih itu dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan orang lain yang membutuhkan. Hasrat belanja Anda tetap terpuaskan, di sisi lain, Anda mendapat bonus tabungan amal ibadah.