Memburu Lailatul Qadar di Mekkah: Dengkul Copot (2)

Editor

Pruwanto

Ratusan muslim berkumpul di sekitar Ka'bah dalam Masjidil Haram selama bulan suci Ramadhan di Mekkah, Arab Saudi, 8 Juni 2016. REUTERS/Faisal Al Nasser
Ratusan muslim berkumpul di sekitar Ka'bah dalam Masjidil Haram selama bulan suci Ramadhan di Mekkah, Arab Saudi, 8 Juni 2016. REUTERS/Faisal Al Nasser

TEMPO.CO, Mekkah -

"Kalau ingin tarawih di dalam Masjidil Haram berangkatlah sebelum salat Ashar," begitu Cholis, mahasiswa asal Indonesia yang kuliah di Mekkah, berpesan kepada Tempo.co Minggu lalu. "Apalagi itu malam ganjil di 10 hari terakhir Ramadan."

Tarawih di malam ganjil 10 hari terakhir Ramadan memang menjadi primadona, baik jamaah umrah dari berbagai negara maupun penduduk Mekkah sendiri. Ada banyak alasan mengapa tarawih di Masjidil Haram di akhir Ramadan begitu menggoda.

Pertama, kata Colis, pahala. Mengutip hadis Nabi, dia menerangkan pahala salat di Masjidil Haram 100 ribu kali lipat dari pahala di masjid biasa. Tak heran orang dari berbagai dunia berduyun-duyun memenuhi Mekkah.

Kedua, kesahduan suasana tarawih: dari mulai bacaan imam-imam besar Masjidil Haram yang merdu membuat jamaah kuat terhanyut dan rela berdiri untuk salat 20 rakaat selama dua jam dari mulai Isya pukul 21.09 hingga pukul 23.00.  Siapa yang tak kenal suara bariton Imam Al Ghamidi atau Imam Sudais. Bacaannya kadang mengajak jamaah untuk menangis bersama. Satu malam tarawih biasanya mereka membaca 1 juz Al Quran (setara dengan 20 halaman, jadi satu rakaat sekitar satu halaman Al Quran).

"Tarawih 10 hari terakhir Ramadan itu nikmatnya tak tertandingi," ujar Osaka, Kamis 30 Juni 2016 saat ditemui Tempo.co di Mekkah. Mantan Komandan Distrik Militer Bandung itu sudah sembilan kali umrah dan ingin datang lagi dan lagi.

Bukan cuma tarawih yang bikin kangen. Di Masjidil Haram juga digelar salat qiyamul lail (berdiri di saat malam). Salatnya berjumlah 10 rakaat plus 3 rakaat salat Witir. Salat ini digelar pukul 00.40 sampai pukul 02.30 dini hari. Pada setiap salat bacaannya jauh lebih panjang dari bacaan salat Tarawih. Jamaahnya juga membludak. Jadi dalam semalam ada dua gelombang jamaah yakni Tarawih pukul 21.00 dan qiyamul lail pukul 00.40.

Isperianto, jamaah asal Palembang termasuk jamaah yang "hardcore". Setiap malam dia memburu ikut jamaah Tarawih 20 rakaat plus jamaah qiyamul lail 13 rakaat. Apa dengkul tak copot? "Ya capek, tapi hati puas," ujar dokter yang sudah tiga kali berumrah itu.

"Bacaan imam tarawih sudah sangat enak, tapi bacaan imam-imam qiyamul lail lebih dahsyat lagi," kata Musrifah, jamaah umrah asal Jakarta. Satu rakaat bacan surahnya bisa sampai 30 menit. Dia datang ke Mekkah bersama dua putranya.

Yang bikin dahsyat, qiyamul lail ini pada rakaat terakhir Witir selalu ditutup dengan dia qunut. Tapi, ini bukan qunut biasa seperti yang dibaca di masjid-masjid Nahdlatul Ulama. Ini doa qunut plus-plus. Satu doa bisa dibaca 10-15 menit. Isinya semua dia hafalan di kitab-kitab kuning seperti tertumpah di sini dan Imam membaca doa dengan kesungguhan, suaranya bergetar, membikin merinding dan menangis bersama.

Memburu lailatul qadar di Mekkah bak menikmati hidangan di restoran fine dining. Semua dinikmati dengan pelan dan tenang. Semua bacaan surah dan doa disesap perlahan, bukan buru-buru selesai. Ibadah ini bukanlah ibadah "junkfood" atau ibadah instan seperti salat tarawih di Blitar yang 7,5 menit selesai. (*)

Baca juga: Memburu Seribu Bulan ke Mekkah dan Demam Mudik (1)

BS (Mekkah)