Medali Orang yang Berpuasa Versi Menteri Mohammad Nasir  

Editor

Pruwanto

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Mohammad Nasir. TEMPO/Aditia Noviansyah
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Mohammad Nasir. TEMPO/Aditia Noviansyah

TEMPO.CO, Jakarta - Pada Idul Fitri 2016 atau 1 Syawal tahun ini, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir bakal punya agenda khusus di Masjid Sunda Kelapa, Jakarta. Ia akan menjadi khatib di hari Lebaran. "Seharusnya, Menristekdikti mengurus pendidikan tinggi, tapi ini malah disuruh jadi khatib," kata Nasir soal agedanya tersebut di kantor Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Senayan, Jakarta, Rabu, 29 Juni 2016.

Nasir akan berceramah soal Ramadan yang ia ibaratkan sebagai bulan pendidikan. Bulan suci, menurut dia, adalah waktu untuk membangun moral. Seseorang, selama bulan puasa, dididik menjaga hawa nafsu dengan tidak makan dan minum saat siang hari.

Puasa juga dianggap sebagai bentuk kesetaraan antara si kaya dan si miskin. Si Kaya harus menahan lapar dan merasakan kehidupan si miskin. "Dengan berpuasa, kita menjaga kesetaraan dengan manusia," ucapnya.

Setelah selesai menjalani pendidikan di bulan Ramadan, datanglah Hari Raya Idul Fitri. "Pada bulan Syawal, kita seakan dapat hadiah atau medali," ujarnya.  Lebaran adalah hadiah bagi orang-orang yang ‘lulus ujian’. "Hadiahnya ya kebebasan untuk bisa makan di siang hari."

Menurut Nasir, seharusnya muslim patuh berpuasa sehingga bisa merasakan nikmatnya hadiah saat Hari Raya Idul Fitri. "Kalau (muslim) tidak puasa, tapi ikut Lebaran, artinya menikmati medali orang saja itu," ucapnya.

MITRA TARIGAN