TEMPO.CO, Pontianak - Tidak salah kalau Ramadan disebut sebagai bulan silaturahmi. Kita tidak hanya bisa bertemu dengan kerabat, tapi juga dengan penganan yang lama tak kita jumpai.
Di Pontianak, bulan puasa berarti juga saatnya berburu kue tradisional, seperti talam ebi. Kudapan yang juga dikenal di Singkawang ini terbuat dari campuran tepung beras dan tepung sagu. Topping-nya bertabur ebi alias udang kecil kering. Perpaduan bahan tersebut memunculkan rasa yang unik, yaitu kenyal, gurih, dan asin. “Sekarang dimodifikasi dengan irisan daun seledri dan cabai, sehingga tampilan lebih menarik,” kata Fitri Novianti, pengusaha katering di Pontianak, seperti ditulis Koran Tempo, Selasa, 28 Juni 2016.
Kue ini disebut “talam” karena kerap disuguhkan di atas talam alias nampan. Dulu, bentuknya loyang segi empat, lalu dipotong kecil-kecil. Kini, kue tersebut lebih banyak hadir berbentuk seperti mangkuk mungil.
Fitri, 43 tahun, mengatakan teknologi memudahkan pembuatan kudapan ini. Sementara kakek-neneknya dulu menggunakan lesung batu untuk menghaluskan ebi, kini dia cukup mencemplungkannya ke dalam blender. Ebi kemudian dicampur dengan tumisan bawang putih, cabai, gula pasir, garam, dan seledri. Kemudian dimasak hingga kering.
Adonan talam terdiri atas perbandingan dua bagian tepung beras dan satu bagian tepung sagu. Kemudian ditambahkan gula, merica, dan garam ke dalam adonan, lalu diberi santan. Adonan lalu dimasukkan ke cetakan atau loyang untuk dikukus dengan api sedang hingga matang. Terakhir, ditaburkan ebi.
Di Pasar Juadah, Pontianak, talam ebi dijual seharga Rp 1.000-2.500, bergantung pada ukuran dan banyaknya topping. “Kue ini mengingatkan saya pada masa kecil," kata Sri Wahyuningsih, warga Kotabaru, Pontianak. Menurut Sri, hampir tidak ada perbedaan antara talam ebi kotanya dan talam ebi Singkawang. Kue tradisional ini juga dikenal masyarakat Betawi. Namanya pun serupa dan sama-sama menjadi sajian langka.
ASEANTY PAHLEVI