Menjelang Idul Fitri, Penyelundupan Bahan Pangan Meningkat  

Editor

Raihul Fadjri

ilustrasi. dailymail.co.uk
ilustrasi. dailymail.co.uk

TEMPO.COJakarta - Pada awal Ramadan sampai menjelang Idul Fitri, ada tren peningkatan upaya menyelundupkan barang ke Indonesia. Penyelundupan terjadi lewat pelabuhan atau pos lintas batas.

"Memang meningkat semua komoditas yang demand-nya banyak menjelang Lebaran," kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis, 16 Juni 2016.

Heru melanjutkan, selain daging sapi, masih ada komoditas, seperti bawang merah dan gula, yang coba dimasukkan ke Indonesia secara ilegal. Bawang merah, misalnya, sering coba dimasukkan melalui Selat Malaka. "Puasa kan harga bergerak naik, mereka coba memanfaatkan itu," ujarnya.

Dari Januari sampai Juni, setidaknya sudah 42 kali Bea Cukai menindak impor ilegal. Dari 42 kasus tersebut, 24 di antaranya terjadi di daerah perbatasan, yaitu Entikong, dan dilakukan oleh pelintas batas. "Pakai tas gitu karena enggak banyak, tapi yang sering terjadi itu."

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menyita tujuh kontainer asal Australia dan Selandia Baru yang berisikan daging ilegal. Heru Pambudi mengatakan kontainer itu disita karena ada ketidaksesuaian antara isi dan dokumen.

Di tujuh kontainer tersebut terdapat 163 ton daging jeroan yang diimpor oleh PT Cahaya Sakti Utama Baru. Selain jeroan, ada bagian daging sapi lain, yaitu neck trim, atau daging sapi yang berada di bagian leher.

Dari sisi administrasi, Heru menjelaskan, kalau ada yang berhasil lolos tanpa ada izin, Indonesia sudah kerugian. Kalau dari sisi fiskal, seharusnya importir membayar sejumlah biaya masuk, tapi kalau yang ilegal, tak melakukannya. "Kalau dia punya izin pun harus bayar Rp 780 juta," ujarnya.

DIKO OKTARA