Warga Kampung Islam Kepaon Bali Gelar Tradisi Megibung

Sejumlah anak-anak menyantap hidangan berbuka puasa saat tradisi Megibung saat Bulan Ramadhan di Masjid Al-Muhajirin, Kampung Islam Kepaon, Denpasar, Bali, 15 Juni 2016. TEMPO/Johannes P. Christo
Sejumlah anak-anak menyantap hidangan berbuka puasa saat tradisi Megibung saat Bulan Ramadhan di Masjid Al-Muhajirin, Kampung Islam Kepaon, Denpasar, Bali, 15 Juni 2016. TEMPO/Johannes P. Christo

TEMPO.CO, Jakarta - Suasana Kampung Islam Kepaon terasa berbeda pada hari ke-10 bulan Ramadan. Hari ini, warga kampung ini menggelar acara buka puasa dengan cara megibung atau makan bersama dalam satu nampan.

Sesepuh Kampung Islam Kepaon, Haji Ishak Ibrahim, usia 76 tahun, mengatakan tradisi megibung adalah bentuk ungkapan rasa syukur setelah khataman (menamatkan membaca Al-Quran). Setiap satu hari, kata dia, di masjid Al-Muhajirin warga setempat melakukan tadarus Al-Qur'an membaca tiga juz yang dilaksanakan pada malam hari usai shalat tarawih. Demikian juga pada hari ke-20 dan ke-30, warga Kepaon melaksanakan megibung untuk buka puasa bersama.

“Pada hari ke-10 sudah tamat 30 juz dan ibadah shalat tarawih sepuluh malam. Kita bersyukur kepada Allah karena diberikan kesehatan bisa melaksanakan puasa, shalat tarawih dan membaca Al-Qur'an sampai pukul 03.00 dini hari menjelang sahur," kata Ishak usai megibung di Masjid Al-Muhajirin, Rabu, 15 Juni 2016.

Ishak menjelaskan megibung bermakna sebagai tradisi yang mempererat tali persaudaraan, tidak hanya jalinan persaudaraan umat Islam di Kepaon. Tetapi, Ishak menambahkan, secara simbolis megibung juga dimaknai sebagai hubungan persaudaraan dengan umat Hindu yang hidup berdampingan secara harmonis selama ratusan tahun.

"Kami berada di kawasan Desa Pemogan, ada dua agama, Islam dan Hindu. Pada saat hari raya takbiran Idul Fitri saudara kami warga Hindu ikut keliling, dan ngejot (memberikan makanan)," katanya. Warga lain umat Islam di luar kampung ini juga bebas kalau mau ikut megibung di sini," tutur Ishak.

Padani, salah satu tokoh masyarakat Kampung Islam Kepaon, menambahkan, ketika megibung tidak ada aturan mengenai batasan jumlah orang yang makan dalam satu wadah yang telah disediakan. “Pada umumnya satu wadah diisi oleh 4 atau 5 orang. Ketika saya masih anak-anak semakin banyak orangnya, semakin megarang (rebutan) itu semakin nikmat,” tuturnya.

Padani mengatakan ketika ia masih anak-anak, ada sebuah hidangan khas saat megibung, yaitu kedonteng (sejenis rendang) dan jukut meurap (sayur urap khas Bali). “Kalau sekarang sudah lebih bervariasi ada ayam dan ikan laut. Sekarang pun kedonteng masih bisa ditemukan dalam hidangan megibung, tapi tidak dominan seperti dahulu,” ujar pria berusia 62 tahun itu.

Ia menjelaskan di Kampung Islam Kepaon tradisi megibung tidak hanya digelar pada saat bulan Ramadan saja. Pada saat Maulid Nabi warga Kampung Islam Kepaon juga melaksanakan tradisi megibung. Bahkan, kata Padani, ketika ada acara pernikahan di Kepaon pada waktu acara makan bersama dilaksanakan dengan cara megibung.

“Dahulu itu (megibung) dilakukan secara adat untuk para tamu undangan warga di sini. Tapi memasuki tahun 2000 sudah jarang dilakukan lagi,” ujar Padani.

Hatami, 12 tahun, warga Kampung Islam Kepaon, sudah mengikuti megibung sejak usia 6 tahun. "Saya senang ikut megibung, pertama kali ikut dengan teman-teman," ujarnya.

Hatami menuturkan setiap bulan Ramadan tradisi megibung sangat ia nantikan. "Bisa makan bersama teman-teman itu asyik banget, tadi saya makan bersama enam orang dalam satu nampan," ujarnya. "Saya paling favorit makan ayam bumbu pedas."

BRAM SETIAWAN