Ramadan dan Tradisi Jamasan Gamelan di Pura Mangkunegaran  

Para abdi dalem Pura Mangkunegaran melakukan kirab peringatatan malam 1 Sura di Pura Mangkunegaran, Solo, Jawa Tengah, Jumat malam, 24 Oktober 2014. TEMPO/Aditia Noviansyah
Para abdi dalem Pura Mangkunegaran melakukan kirab peringatatan malam 1 Sura di Pura Mangkunegaran, Solo, Jawa Tengah, Jumat malam, 24 Oktober 2014. TEMPO/Aditia Noviansyah

TEMPO.CO, Solo - Asap kemenyan mengepul di sudut pendapa Pura Mangkunegaran, Solo, Senin, 13 Juni 2016. Kepulannya menyeruak di sela-sela perangkat gamelan yang tersimpan di ruang yang disebut-sebut sebagai pendapa terbesar di Indonesia itu.

Seorang abdi dalem duduk bersila di depan gong sembari berdoa dengan khusyuk. Beberapa saat kemudian, dia berdiri dan meninggalkan tempat tersebut.

Sejumlah abdi dalem yang telah menunggu segera duduk berkumpul di salah satu sudut. Di hadapan mereka, terdapat nasi tumpeng dan berbagai buah. Mereka berdoa bersama.

Selanjutnya, para abdi dalem membuka kain selubung yang menutup gamelan. Mereka pun segera membersihkan gamelan tanpa banyak berbincang-bincang.

Sepintas, gamelan itu mirip dengan gamelan lain. Hanya, sama sekali tidak ada sisi yang mengkilap dari gamelan tersebut. Warnanya sudah menghitam dan berkarat di beberapa bagian.

Gamelan yang dijamasi atau dibersihkan itu bukan alat musik sembarangan. Usianya sudah ratusan tahun. Bahkan ada satu set gamelan yang dipercaya peninggalan Kerajaan Demak, yaitu gamelan Kyai Kenyut Mesem.

Terdapat sebelas set gamelan yang tersimpan di Mangkunegaran. Selain Kyai Kenyut Mesem, masih ada Kyai Lipur Sari, Kyai Windu Segoro, Kyai Pamedarsih, Kyai Basworo, Kyai Udan Asih, Kyai Udan Arum, Kyai Mardiswara, Kyai Nogo Limo, Kyai Precet, dan Kyai Tombo Ning.

"Jamasan ini kami lakukan setahun sekali," kata Joko Pramudyo, abdi dalem pariwisata Puro Mangkunegaran. Jamasan selalu dilakukan saat Bulan Ramadan. "Saat Ramadan, kita harus bersih hati, bersih diri, dan bersih lingkungan."

Tradisi jamasan gamelan, ucap dia, sudah berlangsung secara turun-temurun. Selain menjaga tradisi, jamasan dilakukan agar perangkat gamelan itu tetap terawat. "Meski telah berumur beberapa abad, gamelan ini masih bisa ditabuh," ujarnya.

Salah satu seniman asal Solo, Bambang Besur, menyatakan gamelan Mangkunegaran memiliki ciri khusus dibanding gamelan lain. "Nada yang dihasilkan lebih tinggi dibanding gamelan lain," tuturnya.

Penyebabnya, pada masa lampau, gamelan tersebut tidak hanya digunakan untuk musik biasa. "Digunakan untuk mengiringi latihan perang," katanya. Tidak heran, Mangkunegaran banyak menghasilkan karya tari bertema keprajuritan.

AHMAD RAFIQ