Menengok Pusat Takjil di Jalan Panjang Kebon Jeruk  

Pusat jajanan takjil di Jalan Panjang, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. TEMPO/Diko
Pusat jajanan takjil di Jalan Panjang, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. TEMPO/Diko

TEMPO.CO, Jakarta - Arus lalu lintas di salah satu sudut Jalan Panjang Raya, Kebon Jeruk, Jakarta Barat,  sore itu terlihat tersendat. Jalan ini memang salah satu jalur yang biasa macet di sore hari. Namun,  kemacetan pada Sabtu sore, 11 Juni 2016 itu lebih disebabkan oleh banyaknya kendaraan yang berhenti di pinggir jalan. Meskipun beberapa juru parkir sudah berusaha mengatur kendaraan, kemacetan tak bisa dihindarkan.

Setiap Ramadan, Jalan Panjang memang menjadi salah satu pusat jajanan takjil. Di sepanjang jalan, mulai dari  Jalan H. Domang hingga Jalan Anggrek, lapak-lapak pedagang berjejer menawarkan aneka kudapan untuk berbuka puasa. Mulai dari aneka gorengan, es buah, kebab, hinggal dim sum.

“Mau beli apa Om? Lemang harganya Rp 15 ribu Om,” kata perempuan berbaju bordir ungu, dan berjilbab coklat menjajakan aneka makanan untuk berbuka puasa. Lelaki yang diajaknya bicara akhirnya membeli satu buah lemang, yang dijualnya itu. “Saya beli lemang saja satu,” kata Lelaki itu. “Enggak mau sama tape Om? Jadi Rp 20 ribu kalau sama tape,” balas perempuan itu.

Perempuan yang menjual aneka macam gorengan, bihun goreng, bubur candil, dan lontong isi oncom itu bernama Sumiati.  Sejak 13.00 ia sudah  berangkat dari rumahnya, dan membuka lapak dagangannya setengah jam kemudian.

Sumiati mengaku, tidak tahu sejak kapan sudut jalan itu ramai oleh para penjual takjil. Ia hanya ingat sudah cukup lama orang berjualan takjil di tempat itu. “Saya baru dari tahun lalu jualan, enggak tahu sejak kapan, dan siapa yang mulai,”katanya.

Ketika ditanyakan soal keuntungan yang didapat dalam sehari, Sumiati hanya mengatakan pendapatannya tak menentu. “Untungnya sedikit,” tutur dia enggan menyebutkan nominal.

Wildan,  26 tahun, salah seorang pembeli, mengaku sudah dua tahun terakhir datang membeli takjil di tempat itu. Ia biasa berburu takjil menjelang magrib bersama  tiga orang teman kosnya yang lain.  Pilihan makanan yang beragam menjadi alasan Wildan dan kawan-kawannya selalu menyambangi tempat ini setiap Ramadan.

Wildan dan teman-temannya mempunyai kebiasaan unik saat membeli takjil, yakni  mencari jajanan yang tak biasa. Mereka biasanya menyusuri  jalan itu dari satu sisi ke sisi yang lain, baru kemudian menentukan apa yang akan dibeli. “Cari yang belum pernah dibeli selama ini, makanya jalan dulu dari ujung ke ujung," katanya.

Karena kebiasaan itulah, Wildan mengaku tak memiliki pedagang langganan lain selain pedagang kebab di tempat itu. Ia mengaku tiap tahun pasti membeli kebab di situ karena rasanya yang enak. Wildan pun merasa tahun ini pedagang yang ada lebih variatif dari tahun lalu. “Ketemu pisang goreng madu, es pisang ijo,” ujar dia.

Hari beranjak menjadi gelap, waktu berbuka sudah tiba, para pembeli di tempat itu tak seramai saat sore. Para pedagang pun menyempatkan berbuka puasa, termasuk Sumiati. Ia berbuka dengan segelas teh panas, yang dibelinya dari warung seafood dekat lapaknya.

Meski sudah lewat waktu berbuka, masih ada pembeli yang mampir ke tempat berdagangnya. Jajanan yang ia jual pun masih banyak tersisa, namun ia tak bisa berbuat banyak, selain kembali pulang, dan mencoba peruntungannya kembali esok hari. “Ya habis enggak habis pulang, mau bagaimana, sudah waktunya,” kata Sumiati.

DIKO OKTARA